End of the Journey in Japan : Back to Osaka



                  Kereta Shinkansen Series 700 Hikari rute Tokyo-Osaka sedang melesat di jalur Tokkaido Shinkansen Line, jalur kereta tersibuk di dunia. Jalur inilah yang pertama kali dibuka ketika Shinkansen resmi dioperasikan di Jepang dalam rangka Olimpiade Tokyo 1964. Jalur Tokkaido Shinkansen Line sangat sukses dan diminati banyak orang. Awalnya, Tokyo-Osaka ditempuh dalam waktu kurang lebih 5 jam 15 menit. Jalur ini bahkan telah melayani 1 miliar penumpang pada tahun 1976, 12 tahun setelah pembukaannya tahun 1964. Kini, Shinkansen merupakan pesaing terberatnya penerbangan domestik Jepang. Walau begitu, Bandara Tokyo Haneda yang diperuntukkan terutama untuk penerbangan domestik masih menempati 5 besar bandara tersibuk di dunia bersama Bandara Internasional Beijing Capital.

                  Banyak orang Jepang, juga turis yang menyukai perjalanan menggunakan kereta Shinkansen karena kepraktisannya karena mereka bisa langsung tiba di pusat kota tanpa perlu menuju pusat kota lama-lama dari bandara ataupun sebaliknya. Harga tiket Shinkansen Hikari Tokyo-Shin Osaka Rp1.700.000,00. Mahal memang. Tokyo-Osaka ini ibarat rute Jakarta-Surabaya yang amat sibuk jalur udara maupun daratnya. Tetapi, waktu kedatangan antara Shinkansen yang satu dengan yang lainnya cukup berdekatan. Hanya sekitar 40-60 menit. Ketika kami berada di dalam kereta, para pramugari kereta hilir mudik menawarkan makanan dan minuman di dalam kereta dan juga beberapa souvenir. Ngiler rasanya melihat penumpang lain sedang asyik-asyiknya makan di dalam kereta, sedangkan kami sedang berpuasa. Tapi, tak apa. Inilah cobaan selanjutnya di dalam kereta menuju Shin Osaka = stasiun tempat berhentinya Shinkansen di kota Osaka. Bedakan dengan stasiun Osaka Umeda yang hanya melayani kereta dalam kota maupun komuter terdekat.

                 Kami pun tiba di stasiun Shin Osaka setelah melakukan perjalanan selama 3 jam. Kami menghabiskan waktu 3 jam berada di dalam kereta sambil tiduran di kursi. Maklum, rebahan kursi Shinkansen ini pas untuk beristirahat. Selain tiduran, saya juga melihat-lihat pemandangan sepanjang rel kereta Tokkaido Shinkansen Line. Sawah-sawah dan berbagai bukit di Jepang ini tak kalah bagus dengan sawah dan bukit yang berada di Indonesia. Kami tiba di stasiun Shin-Osaka pukul 13.00 waktu Jepang. Kami hendak mencari kereta Limited Express menuju Bandara Internasional Kansai. Nama kereta ekspres itu adalah Haruka. Tujuan kami menuju bandara bukanlah untuk naik pesawat, melainkan menuju hotel Best Western Kansai tempat kami akan menginap sebelum berangkat menuju Jakarta esok pagi.

                  Awalnya, mama saya mengira bahwa Haruka itu merupakan kereta Shinkansen juga. Namun, peron kereta Haruka berada di bawah peron Shinkansen yang menjadi peron kereta non-Shinkansen. Mama saya pun mulai ragu. Kami pun diminta menunggu di peron kereta Haruka selagi mama saya menanyakan kebenaran kereta ekspres Haruka. Setelah menunggu 15 menit, mama saya kembali ke peron Haruka, namun malah membawa barang belanjaan berupa kue basah khas Osaka yaitu kue Mochi. Mama saya memberitahukan bahwa kereta Haruka bukanlah kereta Shinkansen, tetapi kereta cepat menuju Bandara Internasional Kansai. Pemberhentiannya hanya di stasiun Tennoji sebelum tiba di stasiun Bandara Internasional Kansai.

                   Pukul 13.25, kereta Haruka yang akan kami tumpangi tiba di stasiun Shin Osaka. Kami segera masuk ke dalam kereta gerbong 1 dan 2 yang diperuntukkan untuk pemegang tiket Non-Reserved Seat. Tapi, tempat duduk gerbong 1 dan 2 sudah penuh oleh penumpang lainnya. Kami pun terpaksa menuju gerbong 4 yang ternyata merupakan gerbong Reserved Seat. Di gerbong 4, kami menemukan kursi kosong yang bisa kami bertujuh tempati. Kursi ini tidak ada penumpangnya. 5 menit kemudian, kereta kami berangkat menuju Bandara Internasional Kansai. Kami sudah mulai khawatir saja kalau petugas kereta datang mengecek tiket penumpang karena kami hanya memegang tiket JR Pass yang hanya bisa digunakan di Non-Reserved seat. Nasib mujur menghampiri kami ketika sang petugas kereta hanya terdiam ketika mengetahui kami hanya bermodalkan JR Pass. Mungkin ia mengira tempat duduk Non-Reserved seat sudah penuh, jadi kami diperbolehkan duduk di gerbong Reserved Seat.

                    Masalah petugas kereta berakhir, masalah lain datang menghampiri kami. Kalau saja ketika kereta ini berhenti di stasiun Tennoji ada penumpang yang harusnya duduk di tempat duduk yang kami tempati, kami bisa saja diusir dari kursi tersebut dan mencari kursi kosong di gerbong Non-Reserved. Atau kalau gerbong Non-Reserved penuh, kami bisa disuruh keluar dari kereta dan menunggu kereta lainnya yang menuju bandara. Untunglah, saat berhenti di stasiun Tennoji, tidak ada penumpang Reserved Seat yang akan duduk di kursi yang kami tempati. Kami pun bernapas lega. Kemudian, kereta berangkat menuju stasiun Bandara Internasional Kansai. Semaki menjauh dari pusat kota, kecepatan kereta semakin tinggi. Tetapi, kereta ini minim guncangan ketimbang kereta local maupun rapid lainnya.

                  Setelah menaiki kereta dari stasiun Shin Osaka menuju Bandara Internasional Kansai selama 70 menit, kami tiba di stasiun Bandara Kansai. Kami mengira hotel yang kami tuju, yaitu hotel Best Western Hotel Kansai berada 1 pulau dengan Bandara Kansai. Rupanya, hotel Best Western Kansai berada 2 stasiun dari Bandara Kansai, yaitu stasiun Hineno yang bisa dicapai menggunakan kereta local maupun rapid. Kami menuju tempat penjemputan terminal kedatangan Bandara Kansai untuk mencari bus yang bisa menuju hotel Best Western. Namun, tidak ada bus yang menuju hotel Best Western Kansai. Padahal, kami telah berjalan menyusuri areal halte bus dari ujung ke ujung dan udara panasnya bukan main ditambah asap kendaraan terutama bus yang menyesakkan. Kami menyerah dan memutuskan kembali menuju stasiun untuk menaiki kereta menuju Hineno.   

                    Ketika kami masuk kereta rapid menuju Hineno, ada beberapa keluarga turis yang sepertinya berasal dari Timur Tengah. Kami mengetahuinya dari bentuk wajah serta wewangian yang ia kenakan. 10 menit berada di dalam kereta, akhirnya kereta berangkat menuju Hineno. Kami melewati 1 stasiun sebelum Hineno, yaitu Rinku-Town. Sekitar 8 menit perjalanan, kami tiba di stasiun Hineno. Ketika akan keluar dari stasiun Hineno, kami agak kerepotan karena harus naik turun tangga. Untunglah ada 1 lift yang cukup membantu walaupun ukurannya amat mungil sehingga kami menaiki bergantian. Om Ridho yang membawa koper besar naik belakangan.

              Tempat pembelian tiket stasiun Hineno berada di atas peron kereta. Di tempat pembelian tiket stasiun Hineno, kami sempat berfoto-foto ria. Saya yang memegang kamera juga menyempatkan memotret sang petugas stasiun, heheh. Kemudian, kami harus menenteng koper lagi untuk turun menuju hotel Best Western Kansai. Sungguh merepotkan. Setelah berjalan 50 meter dari stasiun Hineno, kami tiba di hotel Best Western Kansai. Kali ini, hotel keluarga saya dan keluarga tante Ayi sama yaitu hotel Best Western Kansai. Selagi mama saya dan tante Ayi melakukan Check-In, saya menggunakan free internet untuk mencari tempat viewpoint Bandara Internasional Kansai.

                   Seusai mama saya melakukan check-in, saya tetap berada di free internet hotel untuk terus mencari lokasi Viewpoint bandara Kansai, tetapi tak kunjung ketemu hingga mama saya turun untuk menjemput saya. Saya tidak menuju kamar, melainkan menunggu keluarga tante Ayi turun ke lobby. Sambil menunggu, saya diajak aa untuk menuju Japanese Bath pria. Ketika kami membuka pintu Japanese Bath, kami terkaget-kaget karena ada seorang pria Jepang berjalan di dalam ruangan Japanese Bath sambil telanjang! Kalau kita mandi di Japanese Bath, sudah menjadi kebiasaan orang Jepang kita mandi bareng-bareng dalam arti. Aa langsung saja membatalkan niatnya mandi di Japanese Bath.

                   Saya dan aa pun kembali menuju lobby hotel. Tak lama, keluarga tante Ayi datang. Saya, mama, Adit, om Ridho, dan tante Ayi rencananya akan pergi menuju pasar Tenjimbashisuji untuk mengantarkan keluarga tante Ayi menikmati pasar sepanjang 800m tersebut dan menuju stasiun Umeda untuk membeli aksesoris bulu mata palsu. Sedangkan aa dan Rakha akan berada di hotel saja. Aa dan Rakha memang sangat dekat, terlebih karena Rakha sering dijahili oleh kakaknya sendiri sehingga ia mungkin ‘’mencari suaka’’ ke aa. Tante Ayi pun menitipkan uang ¥1.000 untuk membeli makanan berbuka maupun cemilan. Tante Ayi berpesan kepada aa agar menjaga baik-baik Rakha, apalagi ia masih berusia 9 tahun.

                   Semua beres, kami berlima berangkat menuju stasiun Hineno. Kali ini, kami tidak membawa koper, melainkan membawa tas tenteng agar tak kerepotan ketika berada di stasiun Hineno. Kami pun tiba dan menunggu kereta rapid menuju pusat kota Osaka. Tiba-tiba, om Ridho meminta saya memotret om Ridho bersama tulisan stasiun ‘’Hineno’’. Tidak tahu kenapa tiba-tiba om Ridho meminta dipotret di bawah tulisan ‘’Hineno’’. 3 menit menunggu, akhirnya kereta rapid yang akan mengantar kami menuju Osaka Umeda tiba. Kami segera naik kereta dan duduk sebelum kursi kereta ramai menjelang kota Osaka. Tak lama, kereta kami pun berangkat.
      
                  Sekitar 45 menit perjalanan, kami tiba di stasiun Umeda. Kami turun menuju terowongan penyeberangan antara stasiun Umeda dengan mal di sebelahnya tempat mama saya membeli colokan internasional ketika baru hari kedua di Jepang. Toko kosmetik itu berada di terowongan penyeberangan tersebut sehingga tak usah masuk ke malnya. Mama saya dan tante Ayi menghabiskan waktu 15 menit mencari shisedo, semacam kosmetik ala Jepang. Usai membeli shisedo di terowongan penyeberangan, kami kembali ke stasiun dan menggunakan kereta JR Osaka Loop Line menuju Temma Station, stasiun yang berada di depan pasar Tenjimbashisuji.

                 Tak sampai 2 menit kami tiba di stasiun Temma dan menuju sebuah supermarket yang langsung tembus ke dalam pasar Tenjimbashisuji. Di supermarket ini, mama saya juga membeli kosmetik Jepang, Shisedo. Kami bertemu seorang wanita yang bisa berbahasa Indonesia. Rupanya, ia merupakan istri seorang WNI yang tinggal di Osaka. Ketika kami masih berada di dalam supermarket, terdapat riuh rendah suara gendang dan suara nyanyian. Kami penasaran dan segera keluar dari pasar Tenjimbashisuji. Rupanya, sedang ada karnaval di pasar Tenjimbashisuji. Kami berfoto-foto bersama beberapa pedagang yang mengenakan kimono pada hari karnaval itu. Saya memotret keramaian karnaval bersama penari serta penyanyi dan pemain musik. Sungguh meriahnya… tak lupa mama saya membeli takoyaki isi octopus untuk aa, mama, dan saya.

                  Di depan sebuah supermarket, ada pedagang yang menjajakan makanan gorengan Jepang. Ada pedagang yang menjual ayam goreng karage yang ditaruh di cup. Karagenya ada 8 biji di setiap cup. Sepertinya rasanya enak. Harganya pun murah, hanya ¥100. Mama saya membeli 1 cup saja karena isinya banyak. Kami berfoto-foto bersama banyak pedagang berpakaian kimono. Bahkan, ada sepasang laki-laki yang mengenakan kimono. Kami pikir hanya perempuan saja yang mengenakan kimono. Di jalanan menuju stasiun JR Temma Station dari pasar Tenjimbashisuji, juga ada pedagang berbagai makanan unik. Ada yang menjual semacam sate anggur. Unik tentunya. Juga ada pedagang yang menjual bermacam-macam gorengan. Gorengan di Jepang tentu berbeda seperti gorengan Indonesia. Gorengan Jepang lebih bersih dan higienis dan pedagangnya tidak pernah menambahkan bahan berbahaya seperti yang sering terjadi di Indonesia.

                 Puas berbelanja, sudah pukul 6 sore. Kami sedang berunding mencari tempat berbuka yang pas. Om Ridho menawarkan berbuka di restoran Udon yang ada di stasiun Umeda dekat hotel keluarga tante Ayi ketika hari-hari pertama berada di Osaka. Asyiik. Kami segera menuju stasiun Temma dan menggunakan kereta menuju stasiun Umeda. 2 menit berselang, kami tiba di stasiun Umeda. Kali ini, tante Ayi yang menjadi penunjuk jalannya. Kami tinggal mengikutnya saja. Setelah berjalan 5 menit, kami tiba di restoran Udon yang berada tepat di bawah jalur kereta. Kami segera memesan makanan di depan. Saya dan om Ridho memesan beef udon. Saya menambahkan topping ayam goreng saja. mama saya memberikan saya uang ¥1.000 untuk membeli Udon. Tetapi, ketika saya hendak membayar, saya dipersilakan kembali ke tempat duduk. Saya pun terheran-heran. Rupanya, om Ridho lagi-lagi berbaik hati dengan membayarkan makanan yang saya pesan. Terima kasih om Ridho…!

                   Kami mewanti-wanti waktu berbuka. Akhirnya pukul 19.15, kami berbuka dengan meminum air mineral yang disediakan cuma-cuma oleh pihak restoran. Memang di setiap restoran Jepang disediakan air mineral cuma-cuma oleh pihak restoran. Lumayan untuk menghemat biaya aqua. Saya berbuka dengan ayam karage yang dibeli di pasar Tenjimbashisuji beserta udon dan ayam goreng yang dibeli di restoran udon ini. Alhamdulillah nikmatnya.. baru setelah 7 hari menginjakkan kaki di Negeri Sakura ini saya memakan mie khas Jepang walaupun bukan ramen. Saya makan dengan lahapnya. Mama saya memotret saya sedang makan dengan lahapnya. Aa ntar ngiler lagi. Saya menutup berbuka puasa dengan takoyaki octopus yang dibeli di pasar Tenjimbashisuji.

Suasana karnaval di pasar Tenjimbashisuji yang dimeriahkan dengan tabuhan gendang dan teriakan para penari. Tante Ayi sedang memilih makanan untuk berbuka jika belum mendapat restoran tempat berbuka. Ternyata, ada juga lelaki yang menggunakan kimono celana pendek dan berambut panjang. Suasana pasar Tenjimbashisuji memang sedang dipenuhi pedagang yang menjajakan aneka jajanan seperti gorengan. Kami berbuka di sebuah restoran udon yang terletak di stasiun Umeda dengan menyantap udon dan gorengan yang kami beli di pasar Tenjimbashisuji.

                     Selesai makan, perut kenyang. Kami menaruh alat makan di tempat yang telah disediakan. Maklum karena restoran ini kekurangan pegawai dan tidak ada pelayan yang membersihkan meja makan sehingga para pelanggan dituntut mandiri dengan membereskan tempat makan dan menaruh alat makan sendiri. Saya salut… kami pun kembali ke stasiun Umeda untuk menggunakan kereta kembali ke hotel. Kami pun memasuki sebuah kereta yang kami kira menuju Hineno/Kansai Airport. Setelah bertanya kepada penumpang di depan kami, kereta yang kami tumpangi akan menuju Nara, bukan menuju Hineno. Kereta ini akan transit di stasiun Tennoji. 20 menit berada di dalam kereta, kami pun turun di stasiun Tennoji untuk berganti kereta menuju Hineno.

                   5 menit kemudian, kereta yang akan mengantarkan kami menuju Hineno tiba dengan penumpang yang memadati kereta. Kami segera masuk kereta dan berdiri selama beberapa stasiun sembari menunggu penumpang yang duduk turun dari kereta. Benar saja, semakin menjauh dari pusat kota Osaka, penumpang semakin sepi. Kami pun mulai duduk ketika banyak kursi mulai kosong. Sekitar 1 jam, kami tiba di stasiun Hineno dan langsung menuju hotel Best Western Kansai. Kami mulai menuju kamar keluarga masing-masing yang berdekatan. namun, setelah berkali-kali diketuk dan dibunyikan bel, tidak ada respon. Kami hendak menuju lobby. Baru saja berada di lorong hotel, kami berjumpa dengan aa dan Rakha yang abis dari fitness.

                 Keluarga saya pun mulai masuk kamar dan saya segera mandi. Usai mandi, saya diminta mama saya untuk menemaninya melakukan check-in online AirAsia untuk penerbangan pulang esok. Sambil menunggu mama saya melakukan check-in online, saya bermain facebook dan membaca beragam artikel. Setelah menunggu beberapa lama, ternyata mama saya tidak bisa melakukan check in online. Mama saya pun menyerah dan kami kembali ke kamar. Mama saya bebenah barang bawaan agar besok langsung jalan. Saya pun segera makan sahur pukul 10 malam dan setelah itu saya segera sikat gigi lalu shalat Maghrib+Isya. Pukul 10.30 malam, saya segera naik ke tempat tidur dan segera tidur malam.


Comments