Pukul 11.30, kami tiba di
Hiroshima setelah perjalanan 1 jam 30 menit dari Shin-Osaka. Tidak ada yang
menyambut kami kecuali hawa panas kota Hiroshima. Terlebih, kami pergi ke
Jepang pada saat puncak musim panas. Hiroshima sebetulnya tidak terlalu menarik
dikunjungi kalau tidak ada 2 destinasi wisata terkenal di kota itu, yaitu
Hiroshima Atomic Bomb Memmorial Park dan Miyajima. Untunglah hotel keluarga
saya berada satu komplek dengan stasiun Hiroshima. Di kota Hiroshima, kereta
dalam kota tidak sebanyak di Osaka maupun kota besar lainnya. Hiroshima
mengandalkan moda transportasi dalam kota yaitu trem.
Kami menuju hotel Viainn yang
berada 1 gedung dengan stasiun Hiroshima. Kala Mama saya sedang check in di
hotel Viainn tempat kami menginap, saya menyempatkan diri menggunakan komputer
dengan internet gratis untuk membuka facebook dan memberikan ucapan ulang tahun
kepada guru kelas 6 saya, pak Asep walaupun sebenarnya pak Asep berulang tahun
kemarin. Setelah administrasi hotel selesai dan sudah menitipkan koper, kami
menuju halte trem yang berada tepat di depan stasiun. Di depan stasiun ini
terdapat banyak taksi Toyota Crown lama berwarna hitam dengan harga selangit
yang dapat membawa kita menuju berbagai tempat di Hiroshima dan kota komuter
sekitarnya. 2 menit kemudian, trem yang akan menuju halte Genbaku Dome-Mae pun
datang. Kami segera naik trem bersama puluhan penumpang lainnya. Suasana trem
ini tidak terlalu dingin dan terasa klasik dan tidak nyaman karena banyak
penumpang memenuhi trem ini.
Sekitar 15 menit kemudian,
kami tiba di halte Genbaku Dome-Mae di mana Monumen Bom Atom Hiroshima berada.
Udara amat panas menyengat, terlebih kami sedang berpuasa. Parahnya, karena
saya makan sahur dengan cepat tanpa mengunyah dengan lembut, saya merasa lapar
dan waktu masih menunjukkan pukul 12 siang. Waktu berbuka pun masih 7 jam 13
menit lagi yaitu pukul 19.13. bangunan yang pertama kami jumpai adalah Genbaku
Dome Mae ( Atomic Bomb Dome ) yang sebagian gedungnya masih berdiri pasca kota
Hiroshima dijatuhkan bom atom oleh AS tanggal 6 Agustus 1945.
Ketika tiba, kami
berfoto-foto ria di depan monumen yang 67 tahun yang lalu hancur karena ledakan
bom atom dan menjadi simbol perdamaian dunia agar peristiwa ini tidak terjadi
di masa yang akan mendatang. Maklum, Hiroshima merupakan kota pertama yang
dijatuhi bom atom di muka bumi ini dan ledakan bom atom ’Little Boy’ yang
diangkut oleh pesawat B-29 Superfortress milik AS menewaskan kurang lebih
100.000 warga sipil di Hiroshima. Hiroshima dijadikan target pengeboman AS
karena kota ini merupakan sentra industri senjata bagi tentara Jepang yang saat
itu sedang berperang untuk menguasai kawasan Asia Pasifik. Tujuan pengeboman
ini untuk menghentikan produksi senjata Jepang dan mematahkan semangat Jepang
dalam menguasai Asia Pasifik walaupun orang Jepang pantang menyerah ( Wong
Okinawa udah dikuasai AS Jepang masih bersikukuh pantang menyerah ). Jepang
baru menyerah setelah Nagasaki dibom atom 3 hari kemudian.
Genbaku Dome Mae ini adalah
satu-satunya bangunan yang selamat dari ledakan bom atom yang terletak di
seberang sungai dekat bangunan ini. Saat kami mengunjungi Genbaku Dome Mae,
terdapat banyak turis bule dan orang Jepang sedang melihat-lihat monument ini.
Di sungai yang terletak di dekat Genbaku Dome Mae, terdapat cruise ship yang
akan membawa pengunjung melintasi sungai di kota Hiroshima. Banyak wisatawan
yang minum dan memakai payung karena panas dan teriknya matahari Hiroshima
siang hari.
Setelah puas melihat Genbaku
Dome Mae, kami menyeberang sungai melewati jembatan yang dikhususkan bagi
pengendara sepeda dan pejalan kaki. Kami mendatangi tugu perdamaian anak-anak
di utara tempat jatuhnya bom atom. Di sana terdapat sebuah tugu yang di
dalamnya terdapat lonceng seperti di gereja. Kemudian, kami menuju tempat
persis jatuhnya bom atom yang ditandai oleh sebuah obor dan tugu yang berada di
sebuah kolam yang dikelilingi rerumputan. Ada beberapa petugas kebersihan
sedang membersihkan kolam monumen itu. Kami berfoto-foto di depan tugu
peringatan bom atom Hiroshima di tengah-tengah hawa panas kota Hiroshima.
Sekilas, kami melihat ada rombongan murid yang akan mengunjungi monumen ini.
Lalu
lalang trem yang menjadi urat nadi transportasi di pusat kota Hiroshima bersama
ramainya kendaraan lain yang melintasi pusat kota di kala udara amat panas.
Genbaku Dome Mae merupakan saksi bisu jatuhnya bom atom tahun 1945 yang masih
berdiri. Tempat ini merupakan lokasi persis jatuhnya bom atom ‘’Little Boy’’
yang merenggut kurang lebih 100.000 penduduk Hiroshima.
Lantaran panas, kami
memutuskan untuk menepi dan menuju kolam pancuran dan sebuah tugu di sebelah
Genbaku Dome Mae. Kami berfoto di depan tugu tersebut dan duduk di bawah
pepohonan rindang yang melindungi kami dari teriknya matahari Hiroshima. Mama
saya dan tante Ayi serta om Ridho memutuskan langsung menggunakan trem menuju
Miyajima dan tidak menggunakan kereta rapid karena kalau menggunakan kereta
rapid, kami harus kembali ke stasiun Hiroshima dan artinya kami harus
berdesakan dengan penumpang lainnya. Lebih baik lama tapi langsung tidur di
trem, hehehe.
10 menit menanti dengan
ditemani udara panas, trem kami tiba dan di dalamnya ada puluhan penumpang yang
berdesakan di transportasi klasik ini. Awalnya, kami berdiri selama trem ini
melintasi beberapa stasiun. Ketika trem tiba di pinggiran kota Hiroshima,
penumpang sedikit berkurang sehingga satu per satu dari kami mulai duduk. Trem
ini berjalan dengan banyak guncangan sehingga membuat mual. Saya pun tertidur
sekitar 15 menit di trem sambil menanti pemberhentian terakhir menuju Miyajima
yang tak kunjung sampai.
Ketika terbangun, trem kami
sekitar 9 stasiun lagi dari Miyajima. Walau begitu, jalannya kereta terasa amat
lama dan berguncang. Bahkan, tante Ayi pun membatalkan puasanya karena cuaca
amat panas disertai guncangan di dalam trem yang membuat tante Ayi mual.
Sebelumnya, Rakha telah membatalkan puasanya karena juga tak tahan dengan
panasnya matahari Hiroshima di bulan Ramadhan. Saya pun sempat mengabadikan
momen di mana keluarga Indonesia yang menjalani puasa di tempat yang ekstrem
yaitu musim panas di Hiroshima sedang kelelahan menanti trem yang tak kunjung
tiba di Miyajima menggunakan BlackBerry.
30 menit kemudian, kereta
kami tiba di stasiun Miyajimaguchi yang terintegrasi dengan dermaga
Miyajimaguchi dan stasiun kereta JR komuter menuju Hiroshima. Ketika turun dari
trem, keluarga tante Ayi tidak dikenakan biaya karena sang kondektur gerbong
kami mengira bahwa keluarga tante Ayi merupakan turis yang dapat menyumbang
devisa bagi Jepang yang sedang membangun kembali setelah ditimba musibah Gempa
Bumi Sendai 2011. Sang kondektur gerbong pun menghormatinya. Kalau keluarga
saya tetap diminta membayar tarif trem karena keluarga tante Ayi sudah
digratiskan.
Di halte trem, tante Ayi
membeli sesuatu di sebuah toko kelontong. Kebetulan, kapal feri yang akan
menyeberangkan kami menuju Miyajima sedang berlabuh. Kami lantas berlari menuju
kapal feri tersebut. Setelah tiba, kami masuk ke dek penumpang yang dilengkapi
AC dan saya langsung duduk menikmati ademnya udara di dek penumpang. Udara di
dek ini amat segar seakan bisa diminum udaranya. Menghayal saja, heheh. Saya
pun menuju dek belakang yang terbuka dan menikmati pemandangan laut pedalaman
Seto.
Sekitar 5 menit berlayar,
kami mulai melihat gapura khas Jepang yang menjadi simbol Miyajima, yaitu O
Torii Gate. Saya pun memotretnya dan saya difoto oleh ibu saya dengan
pemandangan O Torii Gate walau nampak kecil. Setelah itu, kami pun berfoto-foto
di dek belakang kapal dengan latar belakang laut pedalaman Seto. Saya melihat
pemandangan rumah-rumah di kawasan Miyajimaguchi, dermaga tempat kita menaiki
kapal ini seperti rumah-rumah yang berada di Italia yang berada di bukit-bukit.
10 menit setelah kami
menaiki kapal ini, akhirnya tiba di dermaga Miyajima. Kami bisa menaiki kapal
ini menggunakan JR Pass karena kapal ini sendiri dimiliki oleh JR Ferry dan
terintegrasi dengan kereta JR Komuter. Turun dari dermaga Miyajima, kami
disuguhi sekawanan rusa yang memang dalam buku panduannya dikatakan berkeliaran
di sekeliling pulau ini. Kami memberikan rusa itu beberapa makanan ala
kadarnya. Kami pun bergegas kabur dari sekawanan rusa itu dan tiba di sebuah
toko cenderamata khas Miyajima.
Di toko cenderamata ini,
terdapat miniatur O Torii Gate dalam berbagai skala. Harganya bervariasi mulai
dari puluhan ribu rupiah hingga jutaan rupiah. Toko ini juga menjual berbagai
cenderamata lainnya seperti gantungan kunci, boneka kayu dengan gambar imut,
dan juga menjual baju bertuliskan ‘’Samurai’’ aa dan Adit dibelikan kaos
tersebut dengan harga kurang lebih ¥1.200. Saya tidak membeli kaos tersebut
karena untuk menghemat pengeluaran mama.
Berjalan-jalan di sekitar
jalanan di pinggir laut, kami menemukan berbagai restoran dan kios yang menjual
makanan khas Miyajima seperti oyster, daging
asap, dst. Maaf kalau saya tak menghafal nama-nama makanan khas Miyajima karena
saya sendiri tidak memakannya karena sedang berpuasa. Di Miyajima terdapat
beberapa penginapan pinggir pantai. Ada sebuah tempat pemotretan ala ksatria
Jepang dan saya menyempatkan diri memotret seolah menggunakan baju perang
padahal hanya kepalanya saya yang menggunakan atribut perang, heheh.
Setelah berjalan 600 m
dari dermaga Miyajima, kami tiba di kawasan O Torii Gate. Kebetulan, air laut
sedang surut karena sedang musim panas. Kalau di luar musim panas, keindahan
gerbang ini akan terasa karena ibarat ‘’Gerbang di tengah laut’’. Kami pun
duduk di pinggir pulau Miyajima dekat O Torii Gate. Sembari melepas penat dan
menyaksikan aa dikejar sekawanan rusa karena memegang makanan rusa yang
diibaratkan ‘’umpannya’’ rusa.
Saya diminta memotret mama
dengan latar belakang O Torii Gate. Lantaran saya merasa amat haus dan lapar,
konsentrasi memotret saya pun agak buyar. Jadi, foto yang saya abadikan tak
terlalu bagus. Mama pun menegur saya dan saya meningkatkan level kesabaran
karena udara panas, haus, lapar, dan stress akan membuat saya pingsan. Kami pun
berniat menuju Itsukushima Shrine, namun kami harus membayar sekitar 400 yen
untuk masuk ke dalamnya. Kami memilih di luar dan memandangi orang Jepang yang
sedang beribadah di Itsukushima Shrine untuk menghemat biaya.
Aa, Adit, dan Rakha pun
meminta izin untuk melihat pagoda di atas bukit dekat Itsukushima Shrine.
Padahal niat Aa naik bukit mungkin untuk menurunkan berat badan, ada-ada saja.
Saya, mama, om Ridho, dan tante Ayi menunggu di dekat O Torii Gate. Sambil
menunggu, kami berfoto-foto ria dengan latar belakang O Torii Gate. Setelah aa,
Adit, dan Rakha tiba, kami kembali berfoto-foto bersama mereka. Setelah puas
melihat O Torii Gate, kami kembali menuju dermaga Miyajima melalui semacam
deretan toko cenderamata dan makanan khas Miyajima. Aa hendak membeli oyster namun membatalkan niatnya karena
tidak pas dimakan pada saat berbuka. Mama saya membeli beberapa kue mungil khas
Miyajima dan beberapa ada yang rasa keju. Setelah itu, kami berfoto di beberapa
restoran dan toko lalu mama dan tante Ayi masuk ke sebuah toko cenderamata dan
melihat-lihat pakaian yang dijual di sana. Sebelumnya, di toko lain tante Ayi
telah membeli beberapa oleh-oleh untuk Divana berupa sandal kayu dan juga
membeli oleh-oleh untuk Jihan. Mama saya juga membeli beragam cenderamata khas
Miyajima.
O-Torii
Gate saat sedang surut kala musim panas yang memanggang di Hiroshima. Karena
panasnya udara, wajah saya tampak kusut, heheh. Rusa di pulau Miyajima terkenal
liar dan sebaiknya waspada dengan barang bawaan anda, terutama kain dan kertas.
Jangan sampai JR Pass anda dimakan oleh rusa-rusa tersebut sehingga anda harus
membayar tiket kereta yang mahalnya bukan main. Toko-toko yang berjejer
sepanjang perjalanan dari O-Torii Gate menuju dermaga Miyajima menjual beraneka
ragam makanan khas Miyajima seperti oyster dan menjual cenderamata.
Namun, waktu sudah pukul 4
dan kami harus mengejar kapal feri menuju Miyajimaguchi yang terakhir berangkat
pukul 5 sore. Lebih dari itu, kapal JR Ferry sudah tidak beroperasi dan kami
harus membayar tarif kapal feri lagi karena JR Pass sudah tidak berlaku. Dalam
perjalanan menuju dermaga Miyajima, saya berkesempatan berfoto bersama seorang
penarik becak ala Jepang. Setelah berlari menuju dermaga Miyajima, kami tiba
pukul 16.20 dan menunggu beberapa lama karena ketika kami datang, tepat kami
tidak diperbolehkan masuk kapal karena sudah terlambat dan kemungkinan kapal
sudah penuh.
Kami pun menunggu
kedatangan kapal lainnya. 20 menit kemudian, tepatnya pukul 16.40, kapal
selanjutnya datang dan kami berbaur bersama turis asing dari berbagai Negara
dan tentunya juga ada turis domestik Jepang ramai-ramai memasuki kapal. Kami
pun duduk dan memotret pemandangan rumah penduduk pesisir dermaga Miyajimaguchi
yang berada di pulau Honshu. Pemukimannya sudah seperti rumah penduduk di
Italia yang berada di pegunungan. Kali ini, badan sudah kusut karena kecapean
di Miyajima dan kepanasan di Hiroshima.
Kami pun tiba 10 menit
kemudian di dermaga Miyajimaguchi. Keluarga tante Ayi masuk ke sebuah outlet
seven eleven untuk membelikan Rakha sate ala Jepang. Setelah itu, kami menuju
stasiun Miyajima dan menaiki kereta rapid menuju Hiroshima. Saya menghabiskan
waktu perjalanan di kereta dengan tidur karena tubuh cukup lelah setelah
berjalan-jalan di Miyajima.
1 jam kemudian, kira-kira
pukul 5.50 kami tiba di stasiun Hiroshima. Banyak di antara kami bertujuh tidak
mengetahui bahwa kami telah tiba di Hiroshima karena banyak yang tertidur.
Namun, setelah menanyakan nama stasiun kepada orang sekitar, kami diberitahu
bahwa kami telah tiba di Hiroshima. Sontak kami turun secepatnya agar kejadian
di stasiun Imamiya tidak terulang lagi di Hiroshima.
Kami menuju hotel Viainn dan
keluarga tante Ayi mengambil koper yang mereka titipkan di hotel Viainn dan
membawanya menuju hotel mereka di utara stasiun Hiroshima. Keluarga saya dan
Rakha menuju kamar kami di lantai 2 hotel dan betapa terkejutnya ketika melihat
ukuran kamar yang amat mungil namun minimalis. Saya mencoba tidur di salah satu
dari 2 kasur yang ada di kamar. Rupanya, kasur hotel Viainn amat empuk
dibandingkan hotel Keihan walaupun hotel Viainn merupakan hotel bintang 3. Di
belakang kasur kami ada dinding yang dipasang jam digital lalu pengatur cahaya
lampu serta sakelar dan stopkontak untuk mencharge alat elektronik. Televisi
berada di pojok kanan atas kamar dan berbentuk LCD kecil, ada kali 19-21 inci.
Saya, aa, dan Rakha
mandi di toilet kamar kami. Toiletnya memang minimalis namun nyaman serta air
kerannya bisa langsung diminum. Awalnya, aa mandi lalu giliran Rakha. Ketika
Rakha sedang mencuci tangan, dia menyentuh pancuran air di wastafel yang
ternyata amat panas. Rakha langsung saja berteriak. Namun, ia langsung
melanjutkan acara mandinya. Kakak saya shalat terlebih dahulu. Kini, tiba
giliran saya. Saya mandi menggunakan shower ( tentunya ) walaupun ada bak
mandi, saya tak menggunakannya karena amat pendek sehingga kaki saya tidak bisa
selonjoran di bak tersebut. Terlebih,
waktu maghrib semakin dekat. Saya segera mengambil air wudhu dan memakai baju.
Kemudian, saya melaksanakan shalat pukul 18.20 karena bedug maghrib di sana
sekitar pukul 19.15.
Kami tetap berada di
kamar sementara aa dan Rakha yang ternyata cukup akrab berjalan-jalan di
sekitar hotel kami. 15 menit kemudian, waktu menunjukkan pukul 19.00. aa dan
Rakha yang sedang ngabuburit di sekitar hotel Viainn kembali untuk menantikan
waktu berbuka di kamar. Akhirnya, pukul 19.13 kami berbuka dan air keran
merupakan asupan yang masuk ke mulut saya. Saya bersyukur bisa berbuka puasa
setelah 16 jam tidak makan minum. Apalagi, saya mengalami stress dan lemas
ketika berada di Genbaku Dome Mae dan Miyajima. Puasa di Hiroshima merupakan
puasa terberat yang saya alami.
Setelah puas meminum air
keran sebanyak 2-3 gelas, kami menyantap kue yang dibeli di Miyajima dan
beberapa roti yang tersisa dari Nara beberapa hari yang lalu. Setelah itu, aa
dan Rakha shalat maghrib kemudian mama meminta mereka berkeliling sekitar
stasiun untuk menanti kedatangan tante Ayi, Adit, dan Om Ridho. Namun, keluarga
tante Ayi tak kunjung datang. Aa dan Rakha pun kembali ke kamar hotel. Setelah
menunggu saya shalat Maghrib, kami keluar dari hotel dan menuju McDonald yang
berjarak beberapa meter dari hotel kami di stasiun. Di sana, mama saya membeli
beberapa burger dan French fries untuk sekedar ngemil sembari menunggu
datangnya keluarga tante Ayi.
Ketika kami selesai makan,
keluarga tante Ayi pun datang dan kami mengusulkan untuk mencari restoran
makanan khas Hiroshima, yaitu Okonomiyaki.
Di dalam stasiun Hiroshima ini sudah seperti mall. Ada restoran, toko
makanan cemilan khas Jepang, supermarket, bahkan toko pakaian dan kosmetik.
Stasiun Hiroshima terdiri dari beberapa lantai. Di lantai 2 stasiun, ada
sederet restoran okonomiyaki. Ketika kami masuk dan melihat menunya, ternyata
isinya pork ( babi ) semua. Kami pun memutuskan pindah restoran. Hingga kami
akhirnya menemukan restoran yang isi okonomiyakinya juga
pokpokpokpokpokpokpokpokpokpokpokpokpokpokpokpokpokpok ( Pork = babi ). Namun,
ada pilihan oyster ( kerang ) dan seafood dan vegetarian. Di seberang restoran
okonomiyaki terdapat restoran india. Namun, kami berada di Jepang dan lebih
baik menikmati makanan Jepang. Akhirnya, kami memutuskan untuk memesan
okonomiyaki isi oyster dan vegetarian. Kami makan okonomiyaki dengan lahap dengan
pendamping air dingin. Nikmat sekali rasanya setelah berpanas-panas ria di
siangnya Hiroshima.
Kami makan di restoran itu
hingga pukul 8 malam. Kami memutuskan untuk pulang ke hotel masing-masing.
Rakha pun menuju hotel keluarganya. Sebelum menuju hotel masing-masing, kami
menanyakan kepada petugas information mengenai jadwal kereta menuju Tokyo besok
pagi. Kereta terawal yang menuju Tokyo adalah kereta kelas Hikari yang langsung
menuju Tokyo tanpa bertukar kereta lagi pada pukul 06.30. tante Ayi dan Rakha
ingin melihat kamar kami. Tante Ayi pun masuk ke kamar bersama saya dan Rakha
selagi mama dan aa membeli makanan untuk sahur. Di kamar, tante Ayi pun mencoba
kimono yang tersedia di kamar hotel keluarga saya. Kemudian, tante Ayi dan
Rakha pun kembali menuju hotel mereka karena kunjungan mereka ke kamar kami
hanya untuk mengambil pakaian Rakha. Saya menunggu di kamar sendirian sekitar
10 menit dan menghabiskan waktu dengan menonton televisi Jepang walaupun saya
tak mengerti bahasanya.
Akhirnya aa dan mama tiba
di kamar dengan membawa beberapa burger dan nugget McDonald dan sushi serta
beberapa onigiri yang dijual di restoran untuk makan malam dan sahur. Kami pun
makan malam dengan McDonald dan beberapa sushi dan cola yang dibeli di stasiun.
Setelah makan malam, kami nonton televisi dan berfoto mengunakan pakaian kimono
/ yukata. Pukul 10 malam, mama saya meminta kami makan sahur malam itu juga
agar besok pagi tidak terlalu repot bangun tidur untuk makan sahur. Saya
menyantap 1 burger dan onigiri dengan perlahan-lahan agar kenyangnya lama di
perut. 15 menit makan, saya pun segera menggosok gigi dan shalat Isya kemudian
tidur. Kasur di hotel Viainn ini amat lembut dan empuk serta selimutnya juga
tebal sehingga menambah kenyenyakan tidur saya.
Pukul 03.15, saya terbangun
oleh beker hotel dan segera mengambil minum di air keran. Setelah itu, saya
tertidur kembali. Pukul 5 pagi, mama saya segera bebenah barang bawaan lalu mandi
dan dandan pastinya. Pukul 5.30, saya dan aa terbangun dan diminta segera
mandi. 15 menit kemudian, kami keluar dari kamar dan menuju lobby untuk
melakukan check-out. Setelah mengurusi check out, kami menuju pintu stasiun
Hiroshima untuk menunggu kedatangan keluarga tante Ayi. Benar saja, pukul 6
pagi, mereka tiba di depan stasiun dan kami bertujuh segera masuk ke peron
stasiun.
Ketika kami tiba di peron
stasiun, ada sebuah kereta yang kami kira akan langsung menuju Tokyo tanpa transit.
Kami pun memasuki kereta tersebut. Tapi, hati saya agak bimbang karena kereta
itu bertuliskan ‘’West Japan-Kyushu’’ yang berarti kereta itu hanya mencapai
Shin-Osaka saja. Kursi di dalam kereta itu juga lebih lebar dengan konfigurasi
2-2 walaupun kami naik di gerbong penumpang Ordinary Car yang non-reserved. 5
menit berada di dalam kereta tersebut, akhirnya saya menyampaikan keraguan itu
kepada mama saya. Mama saya pun menanggapinya dengan kaget terlebih kereta akan
segera jalan. Kemudian, mama saya memberitahukan kepada tante Ayi bahwa kereta
ini hanya menuju Osaka saja. Sontak kami bertujuh panik. Kami segera mengambil
koper dan langsung keluar dari kereta itu.
Ketika kami bertujuh
keluar ramai-ramai, terjadilah sebuah insiden yang paling membuat kaget. Rakha
yang masih berusia 9 tahun berada di paling depan. Dia keluar duluan. Parahnya,
ketika Rakha keburu turun dari kereta, pintu kereta tertutup! Kami amat panik
karena Rakha seorang diri di peron kereta. Kami yang masih berenam memberikan
isyarat kepada Rakha agar tetap di stasiun. Kami tahu bahwa Shinkansen ini amat
cepat dan berhenti di stasiun yang agak jauh dari Hiroshima. Untunglah kami
menaiki kereta kelas Hikari yang berhenti tidak terlalu jauh dari stasiun
Hiroshima. Kalau naik kereta Nozomi, mungkin bisa bablas sampai Osaka, mungkin yang paling dekat yaitu Okayama. Kasian
Rakhanya suruh nunggu selama itu.
Namun, nasib baik
menghampiri kami. Mungkin karena sang masinis dan petugas peron stasiun tahu bahwa
Rakha seorang diri di peron kereta dan keluarganya berada di dalam kereta dan
ketika itu Rakha sudah mulai meneteskan air mata, masinis akhirnya membuka
pintu kereta kembali dan tante Ayi langsung memeluk Rakha yang sedang menangis.
Iba rasanya, apalagi kalau kejadian ini menimpa saya. Jangan sampai ya Allah.
Setelah kami bertujuh keluar dari peron kereta, kereta Shinkansen 700 Hikari
Kyushu-West Japan yang kami naiki tadi mulai berangkat menuju Osaka.
Kami pun menunggu
kedatangan kereta yang seharusnya kami naiki yang langsung menuju Tokyo.
Sekitar 10 menit kemudian, kereta itu datang dan Rakha berbaris di antara kami
bertujuh untuk menghindari insiden tertinggal seperti di kereta sebelumnya. Kali
ini, kereta yang kami naiki benar jurusannya, menuju Tokyo tanpa bertukar
kereta. Konfigurasinya yaitu 2-3. Kami segera masuk kereta dan menaruh barang
bawaan di overhead bin dan di kaki kami. 10 menit kemudian, pukul 06.30, kereta
mulai meninggalkan stasiun Hiroshima dan melesat dengan kecepatan sekitar
250km/jam menuju Tokyo. Selamat tinggal Hiroshima. Aku takkan melupakan
keunikan dan keindahanmu. Mulai dari Genbaku Dome Mae, Miyajima, hingga
Okonomiyaki sekalipun….
Comments
Post a Comment