Shinkansen, Technology Progress in Sunrise Country


                  Kami pun menuju peron jalur kereta peluru untuk menunggu kereta yang akan mengantarkan kami menuju Kyoto. Sekitar 15 menit menunggu, ada kereta yang berhenti dahulu sebelum menuju pulau Kyushu, selatan Jepang di peron kami. Dan ini pertama kali dalam hidup saya, saya melihat Shinkansen, salah satu kereta tercepat di muka bumi ini dan menjadi pesaing pesawat terbang. Saya dan saudara saya menyempatkan diri berfoto di depan kereta Shinkansen jurusan pulau Kyushu itu tadi. Kami terkesan norak dengan foto-foto di depan kereta. Apakah orang Jepang di sekitar kami akan memandang kami dan mungkin berpikir ‘’wah, orang Indonesia ternyata norak amat ya’’ maklum, kan pertama kali lihat kereta cepat seumur hidup.

                        Tak lama, kereta itupun berangkat. Sekitar 20 menit kemudian, kereta kami datang. Kami langsung masuk ke gerbong kereta dan duduk di kursi kereta. Kabin Shinkansen menyerupai pesawat terbang dan penumpang yang menaiki kereta ini umumnya berdandan rapi. Maklum, hanya orang-orang berduit yang bisa menaiki kereta Shinkansen karena harga sekali naiknya bisa mencapai sekitar Rp1.700.000 untuk rute Tokyo – Shin-Osaka karena hanya tarif antarkota itulah yang saya ketahui.

                         Kereta yang kami naiki pun mulai bergerak menuju stasiun Kyoto. Kereta yang kami naiki bukan yang tercepat dari seluruh jenis Shinkansen. Kereta yang kami tumpangi merupakan kereta kelas Hikari dan berhenti di beberapa stasiun prefektur. Ada kereta yang lebih cepat yaitu kelas Nozomi yang hanya berhenti di stasiun besar seperti Tokyo, Nagoya, Kyoto, Osaka, Okayama, Hiroshima, dst. Kecepatan kereta Nozomi sekitar 270-300km/jam. Namun, untuk menaiki kereta kelas Nozomi dikenakan biaya tambahan karena JR Pass tidak berlaku untuk kereta Nozomi. JR Pass hanya berlaku bagi kereta selain Nozomi seperti kelas Hikari, Kodama, Sakura, dll serta jaringan kereta JR kota dan komuter.  Karena kami budget tourist, kami lebih memilih Hikari Non-Reserved sesuai standar JR Pass.

                      Kabin Shinkansen terasa amat nyaman dan menyerupai kabin pesawat. Kabin Shinkansen memiliki konfigurasi 3-2 ataupun 2-3. Kabin Shinkansen amat bersih. Setiap beberapa menit, ada pelayan yang bertugas menjual makanan dan minuman di setiap gerbong. Di beberapa gerbong disediakan layanan toilet khas Jepang maupun Western Toilet dan juga ada wastafel yang memadai. Bedanya, kabin Shinkansen lebih lega untuk menyelonjorkan kaki dan rebahan sandaran yang memadai. Kapan ya Indonesia punya kereta kaya begini ?

Shinkansen Series 700 untuk rute West Japan-Kyushu, sebuah kereta yang sejenis dengan kereta yang akan kami naiki dalam perjalanan menuju Kyoto. Kabin Shinkansen ditata menyerupai kabin pesawat namun lebih lebar.
                     
                    Setelah 20 menit perjalanan Shin-Osaka-Kyoto, kami tiba di stasiun Kyoto. Di kota yang menasbihkan diri sebagai Jogja-nya Jepang, kami akan mengeksplorasi beberapa sejarah menarik dari zaman Jepang kuno. Di stasiun Kyoto, kami sempat melihat supermarket yang menjual makanan beserta wadah makanannya yang indah. Namun, harganya mencapai  ¥1.000 ( Rp123.000 ) kami pikir bahwa yang mahal itu wadahnya, kalo makanannya sih sama saja. Saya menyempatkan diri berfoto dengan seorang penjaga toko berpakaian Kimono dan berfoto di depan sebuah patung di dalam stasiun Kyoto.
                     
                     Keluarga saya berpisah dengan keluarga tante Ayi karena keluarga tante Ayi akan menuju photo studio untuk membuat album keluarga berbusana Jepang layaknya album keluarga berbusana Belanda yang umum kita ketahui. Biaya pembuatan foto itu cukup mahal. Berkisar ¥3.000-6.000/orang. Keluarga saya memilih tidak foto di photo studio Jepang itu. Setelah berpisah dengan keluarga tante Ayi, kami terus mencari jalur kereta menuju Inari. Berhubung hujan, maka kami tidak pergi menuju Kinkakuji Temple dan Ginkakuji Temple. Kinkakuji / Golden Pavilion merupakan peninggalan sejarah umat Buddha tahun 1398 yang amat tersohor di dunia.

                    Namun, kami tak kunjung melihat jalur kereta menuju Inari. Mama saya sudah pusing duluan. Akhirnya, kami bertanya dengan seorang pebisnis Jepang yang berada dekat kami. Ia menunjukkan arah peron kereta menuju Inari. Akhirnya, kami bergegas menuju peron tersebut dan bertanya lagi pada seseorang, track 1 atau 2. Kami diberitahu bahwa untuk menuju Inari, kami harus menggunakan kereta track 1. Kereta pun tiba dan kami langsung masuk ke dalam kereta dan duduk melepas penat. Tiba-tiba, keluarga tante Ayi pun datang setelah melakukan photo studio. Kereta kami pun berangkat tak lama kemudian. Tidak ada pemberhentian menuju Inari dan kami pun akhirnya tiba di Inari. Kami pergi ke luar stasiun Inari dan menyenangkannya, situs Inari tepat berada di depan stasiun. Menurut saya, Inari merupakan tempat wisata paling strategis yang pernah saya kunjungi. Kami pun berfoto-foto ria walaupun sedang gerimis.

Comments