Pukul 11.30, kereta kami tiba di Tokyo
Station setelah menempuh perjalanan panjang yaitu 5 jam lamanya dari Hiroshima.
Cuaca mendung pun menyambut kami di kota terpadat di dunia tersebut. Karena
cuaca mendung itulah, kami tidak bisa menikmati pemandangan gunung Fuji yang
menjadi ikon Jepang di seluruh dunia. Ketika kami turun dari kereta, udara pun
berhembus dengan sejuknya. Berbeda kontras dengan Hiroshima yang panasnya
mungkin bisa saja untuk memasak telor dadar di seluruh kota, terutama aspalnya.
Kami memasuki area stasiun dan
menuju jalur kereta JR Komuter menuju hotel APA tempat keluarga saya menginap,
sedangkan keluarga tante Ayi menginap di daerah Ikebukuro, dari ujung ke ujung
jauhnya dari hotel keluarga saya. Nama jalur JR Komuter menuju hotel APA yaitu
JR Keiyo Line dan itu jauhnya bukan main dari tempat kami turun dari
Shinkansen. Kami harus menaiki 3 travelator yang mungkin masing-masingnya
sepanjang 25 meter, kemudian turun menuju stasiun bawah tanah menggunakan 3
eskalator. Kami melihat rute kereta dan mengetahui bahwa kereta rapid tidak
akan berhenti di stasiun kami sehingga harus menggunakan kereta lokal.
Kebetulan, keluarga tante Ayi
ikut bersama kami untuk menitipkan koper dan menuju Tokyo Disneyland. Tak lama,
kereta local pun datang dan kami segera naik ke dalam kereta tersebut. 5 menit
kemudian, kereta itu meninggalkan stasiun Tokyo. Kalau saya amati, kereta di
Tokyo ini lebih canggih ketimbang kereta di Osaka apalagi jika dibandingkan
dengan trem di Hiroshima. Kereta ini sudah dilengkapi oleh monitor di setiap
pintunya yang fungsinya menunjukkan pintu mana yang akan dibuka dan letak
gerbong serta posisi kereta ketika berada di stasiun. Laju kereta lokal
kira-kira 60-70 km/jam.
Namun, insiden terjadi lagi di
dalam kereta. Seorang bapak yang masuk dengan amat terburu-buru ketika pintu
mulai tertutup tasnya terjepit di pintu kereta. Ketika itu, pintu yang terbuka
berada di sisi kiri kereta. Semua penumpang mulai memperhatikannya. Ada beberapa
penumpang yang menawarkan untuk menarik tas tersebut. Namun, sang bapak
menolaknya. Malangnya, ketika ia mengharapkan stasiun selanjutnya berada di
sebelah kiri kereta, pintu kereta malah terbuka di sisi kanan kereta. Pintu
kiri yang menjepit tas si bapak tak membuka bahkan ketika kami turun di stasiun
tempat hotel keluarga saya berada, yaitu Shiomi. Saya tak tahu kelanjutan
ceritanya seperti apa.
Ketika kami turun dari
stasiun Shiomi, kami disambut hawa udara sejuk dan menyegarkan yang tak pernah
kami rasakan di kota manapun di Jepang. Saat itu, cuaca mendung sehingga
matahari tak memancarkan sinar teriknya. Ketika kami berjalan menuju hotel
tempat keluarga saya menginap, saya yang hanya mengenakan pakaian tipis pun
kedinginan. Syukurlah udara nikmat setelah merasakan panasnya Hiroshima yang
memanggang. Mungkin, ini balasan dari Allah Swt karena kami berhasil melalui
puasa yang amat berat di Hiroshima walaupun ada 2 orang yang terpaksa berbuka
karena tidak kuat.
Hanya 1 menit berjalan dari
stasiun, kami pun tiba di hotel tempat keluarga saya menginap. Nama resmi hotel
ini adalah APA Hotel Shiomi-Ekimae. Cabang hotel ini tersebar di berbagai
penjuru kota Tokyo. Di hotel ini, ada sebuah minimarket Lawson Station dan berada
di depan lobby hotel. Ketika kami masuk ke lobby hotel, udara mulai menghangat
tidak sesejuk di luar tadi. Mama saya pun mengurusi check-in kamar hotel.
Kemudian, tas koper kami juga termasuk tas keluarga tante Ayi dititipkan di
hotel karena kami baru boleh masuk kamar pukul 3 sore. Padahal, saat itu masih
pukul 12.
Setelah mengurusi kamar hotel
dan menitipkan beberapa koper, kami keluar dari hotel dan menuju stasiun Shiomi
lagi untuk menaiki kereta menuju stasiun Maihama yang berada di depan Tokyo
Disneyland. Kami menunggu kereta selama 5 menit. Akhirnya, kereta datang juga.
Kami segera masuk dan duduk di beberapa kursi yang masih kosong. Penumpang
kereta ini cukup banyak dan didominasi oleh para pekerja kantoran dan anak-anak
yang akan berlibur di Tokyo Disneyland. 15 menit setelah berangkat dari stasiun
Shiomi, kereta pun tiba di stasiun Maihama.
Kami turun dan mulai menuju
tempat pembelian tiket Tokyo Disneyland. 5 menit berjalan, kami pun tiba di
tempat pembelian tiket Tokyo Disneyland. Harga masuknya memang relatif mahal
dan wahananya pun lebih kekanak-kanakkan dan ketika di Osaka, kami sudah
mencoba Universal Studios Japan yang wahananya lebih menantang dan tiket
masuknya yang tidak murah, sekitar ¥12.000 untuk 2 dewasa dan 1 anak-anak.
Itupun status saya yang seharusnya dewasa dibelikan tiket untuk anak-anak untuk
menekan mahalnya biaya.
Karena kami masih
bimbang untuk masuk ke Tokyo Disneyland, kami memutuskan untuk berkeliling
dahulu di sekitar komplek Tokyo Disneyland. Di sebuah jalan lebar depan tempat
pembelian tiket, terdapat retakan tanah yang kemungkinan akibat Gempa Bumi
Sendai berkekuatan 9,0SR tahun 2011 lalu. Apalagi, Tokyo Disneyland berada di
lahan reklamasi yang kemungkinan kerusakan tanahnya lebih parah dan bisa jadi
dari rekahan itu keluarlah air yang mengendap di pasir reklamasi. Bahkan, Tokyo
Disneyland ikut terendam tsunami sebagai imbas dari Gempa Bumi Sendai 9,0SR
tahun lalu.
Kami pun kembali ke arah
stasiun, namun, bukan untuk menggunakan kereta JR menuju kota, tapi menuju
sebuah gedung yang isinya kantor Tokyo Disneyland dan berbagai area belanja.
Ketika kami menuju gedung itu, kami menyempatkan diri berfoto-foto di depan
sebuah gerbang Tokyo Disneyland dan pass si Disney. Setelah berjalan 10 menit,
kami tiba dan mulai mencari loket penjualan tiket monorel keliling komplek
Tokyo Disneyland yang amat luas. Namun, agak sulit menemukan loket monorel
Tokyo Disneyland karena gedung ini cukup luas.
Tak lama kemudian, kami
menemukan loket penjualan monorel keliling Tokyo Disneyland. kami hendak menuju
sebuah tempat wisata yang juga 1 komplek dengan Tokyo Disneyland, yaitu Tokyo
Sea Disney. Kami berpikir bahwa tarif masuk Tokyo Sea Disney bisa lebih murah
ketimbang Tokyo Disneyland. Kami pun segera masuk ke area peron kereta dan
menunggu kereta yang akan datang. Tak lama, kereta pun datang. Nuansa kereta
monorel ini adalah Disney dan kawan-kawannya. Di sebuah stasiun, seluruh penumpang
diturunkan karena kereta yang kami naiki akan menuju area perawatan. Kami pun
dialihkan menggunakan kereta lain.
5 menit berselang, kami tiba
di stasiun Tokyo Sea Disney. Ketika kami mulai turun dari peron, mama saya
mengatakan bahwa keluarga saya tidak akan masuk ke wahana Tokyo Sea Disney
karena biayanya cukup mahal. Kami akan menjelajahi berbagai penjuru Tokyo.
Sebelumnya, aa berniat untuk ikut masuk ke Tokyo Sea Disney karena ada Rakha
yang bisa menjadi teman ngobrolnya. Namun, aa mengurungkan niatnya karena ia
lebih memilih menjelajahi Tokyo. Terlebih, tarif masuk Tokyo Sea Disney relatif
mahal dan kebanyakan anak-anak yang masuk ke Tokyo Sea Disney.
Akhirnya, kami berpisah dengan
keluarga tante Ayi dan kami bertiga kembali menuju stasiun Maihama menggunakan
monorel. Dari stasiun Maihama, kami menaiki kereta rapid menuju stasiun Tokyo. Setelah
menghabiskan 20 menit perjalanan, kami tiba di stasiun Tokyo. Di stasiun Tokyo,
kami bertukar kereta yang jauhnya dari ujung ke ujung. Kami berganti jalur dan
menuju jalur JR Yamanote Line ( Jalur JR Hijau ). Kami akan pergi menuju
Shibuya, sebuah distrik dengan penyeberangan jalannya yang disebut-sebut
sebagai penyeberangan jalan tersibuk di dunia.
Kereta kami pun datang. Kami
segera naik kereta dan perjalanan Tokyo Station menuju Shibuya selama sekitar
45 menit. Akhirnya, kami tiba di stasiun Shibuya. Di stasiun Shibuya sudah
dilengkapi pembatas setinggi 1 meter untuk mencegah orang bunuh diri dengan
cara menabrakkan diri menuju kereta yang sedang lewat. Kami keluar dari stasiun
Shibuya melalui Hachiko Gate. Di depan pintu stasiun, ada beberapa orang yang
sedang menari untuk menghibur orang-orang di sekitarnya. Saya sempat
memotretnya. Kemudian, kami menuju Hachiko Statue, sebuah monumen patung anjing
Hachiko. Hachiko melambangkan kesetiaan anjing kepada majikannya. hachiko hidup
sekitar tahun 1930-an.
Monumen Hachiko seringkali
dijadikan tempat bertemu / janjian oleh penduduk Tokyo. Saat kami mengunjungi
Hachiko Statue, ada banyak muda-mudi Jepang dan orang tua yang sedang bersantai
di sekitar Hachiko Statue. Ada beberapa dari mereka yang menyempatkan diri
berfoto-foto dengan patung Hachiko tersebut. Saya dan aa menyempatkan diri
untuk berfoto-foto di samping Hachiko Statue. Setelah puas berfoto-foto, kami
akan menyeberangi jalur penyeberangan jalan tersibuk di dunia. Maklum, saat itu
sekitar pukul 15 dan ada banyak orang yang berlalu-lalang di sekitar jalur
zebra cross Shibuya. Saya dan aa berfoto di tengah-tengah keramaian orang.
Ketika lampu hijau menyala,
sontak ratusan orang menyeberang termasuk kami bertiga. Kendaraan berhenti
dengan tertib dan tidak ada satupun kendaraan yang mencoba menerobos pejalan
kaki yang sedang berlalu-lalang di zebra cross Shibuya. Hal ini mungkin amat
sulit kita temui di Jakarta di mana orangnya tidak sabaran untuk menunggu lampu
merah. Ketika kami sampai di seberang stasiun Shibuya, aa ingin melihat-lihat
topi kupluk yang dijual di sejumlah toko di sebuah mal. Mal yang ada di Tokyo
amatlah sempit dan eskalatornya hanya cukup 1 orang lebarnya. Namun, harga topi
kupluk yang dijual di toko-toko itu amatlah mahal sekitar ¥3.000-5.000. Aa pun
membatalkan membeli topi kupluk yang dijual di toko-toko tersebut
.
Sebuah
gerbang di depan Tokyo Disneyland. Tokyo Disneyland merupakan kawasan taman
bermain yang terkenal di dunia. Wahana ini diperuntukkan terutama bagi
anak-anak. Hachiko Statue merupakan tempat meeting point warga kota Tokyo.
Patung hachiko dibangun untuk mengenang kesetiaan anjing Hachiko yang
senantiasa menunggu kedatangan majikannya, Profesor Ueno di stasiun Shibuya.
Bahkan, ketika profesor Ueno telah meninggal sekalipun, Hachiko tetap menunggu
kedatangannya hingga Hachiko sendiri meninggal tahun 1935. Zebra Cross Shibuya
merupakan Zebra Cross tersibuk di dunia dengan ribuan orang menyeberangi zebra
cross ini tiap harinya.
Kami pun kembali menyeberang
zebra cross Shibuya untuk menuju sebuah mal yang ada di dekat stasiun Shibuya.
Setelah puas berkeliling menemani mama saya yang sedang melihat-lihat baju,
kami kembali menuju stasiun Shibuya melalui Hachiko Gate. Kami akan menuju
kawasan Harajuku, kawasan muda-mudi Jepang modern. Setelah menaiki kereta
beberapa lama, kami tiba di Harajuku. Keramaian Harajuku ini tak kalah dengan Shibuya. Bedanya, keramaian
Harajuku berpusat pada sebuah gang yang isinya baju-baju rock ala Jepang.
Harajuku merupakan tempat yang para pengunjungnya yang kebanyakan muda mudi
Jepang menggunakan pakaian yang aneh-aneh.
Ada beberapa orang yang
menggunakan baju aneh bergaya dan di depannya terdapat kotak sumbangan. Jika
akan memotretnya, kami diminta untuk membayar sumbangan tersebut dan jika
memotret namun tidak membayarnya, ia akan menghindar tidak mau difoto. Ketika
kami masuk ke dalam gang yang menjual beragam pakaian nyentrik ala Jepang dan beberapa aksesoris lainnya. Aa sempat masuk
ke beberapa toko yang menjual pakaian nyentrik
Jepang. Saya tak menyukai pakaian nyentrik yang dijual di sana. Saya hanya
mengabadikan foto-foto pengunjung di sana. Ada 2 orang wanita Jepang yang
menggunakan pakaian nyentrik ketika hendak kami foto, ia malah marah-marah dan menghindar.
Di Harajuku, terdapat berbagai
orang dari seluruh dunia yang berwisata dan menjajakan barang dagangannya. Ada
seorang negro Amerika yang menpromosikan dagangannya. Patut diingat bahwa para
pedagang di Harajuku mempromosikan dagangan mereka dengan cara yang unik. salah
satunya adalah berteriak-teriak dan menepuk balon berkali-kali untuk menarik
pengunjung. namun, aksinya malah menarik perhatian orang yang hanya melihat
ulah mereka. Promosi ini dilakukan di sebuah toko yang terletak di ujung gang
Harajuku. Aa sempat melihat barang-barang yang dijual di sana sebelum
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali menjelajah sekitar Harajuku.
Ketika kami keluar dari gang
Harajuku, kami menjumpai sebuah kios yang menjual kebab. Alhamdulillah, setelah
sekian lama mewanti-wanti makanan yang kehalalannya terjamin selama berada di
Jepang, kami menemukan juga restoran bernuansa Islami. Kios itu dimiliki oleh
seorang imigran Turki dengan para asistennya yang berasal dari kawasan India. Kami
menanyakan waktu berbuka puasa walaupun sudah memiliki jadwal berbuka yang saya
print di Jakarta. kata sang pemilik kios, waktu berbuka tiba ketika matahari
sudah tak tampak lagi di langit. Ia sendiri tidak mengetahui persisnya waktu
berbuka. Kemudian, aa menanyakan masjid terdekat di sekitar Harajuku. Sang
pemilik kios itu memberitahukan bahwa masjid Turki terdekat berada di sekitar
Yoyogi Park.
Kami pun membeli kebab yang
dia jual 2 buah. Masing-masing 1 untuk saya dan aa. Lumayan untuk hidangan
berbuka jika kami belum menemukan restoran yang menjual makanan yang
babi/makanan haramnya sedikit dan harganya terjangkau. Ketika berjalan mencari
restoran, mama menemukan sebuah kios yang menjual kimono bekas dengan harga
yang relatif terjangkau. Mama akan memberitahukan tante Ayi mengenai kios
kimono bekas ini. Kami pun melanjutkan perjalanan hingga menemukan restoran
McDonald. Kami pun masuk dan duduk di sana sambil menunggu waktu berbuka
walaupun kami hanya menemani mama yang makan karena mama sedang berhalangan.
Sambil menunggu mama makan, saya dan aa melakukan shalat zhuhur dan ashar
diqashar sambil duduk di kursi meja. Kami melakukan ritual seorang Muslim di
negeri yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Lumayan untuk dakwah Islam di
Jepang walau tak ada yang memperhatikan kami.
Selesai shalat, mama saya
melihat ada seorang remaja putri Jepang yang mengenakan pakaian ala Cinderella.
Saya diminta berfoto dengannya. Awalnya saya malu dan menolaknya. namun,
setelah didesak oleh mama, saya memberanikan diri mencolek sang remaja putrid
itu dan memintanya untuk berfoto bersama saya. Rupanya, setelah saya selesai
berfoto dengannya, ada lagi anak-anak Jepang lainnya yang meminta berfoto
dengannya. Mungkin karena mereka melihat saya berfoto dengan si ‘’cinderella’’,
mereka mulai ikut-ikutan, heheh.
Seusai ngaso beberapa lama, kami melanjutkan perjalanan. Mama saya menuju
Zara yang berada di seberang jalan McDonald. Kakak saya akan melihat baju di
toko baju nyentrik Jepang. Saya, ya hanya menunggu di luar saja. Kemudian, saya
masuk ke toko Zara dan menemui mama yang sedang melihat-lihat pakaian. Tak
lama, aa pun datang dan juga melihat baju. AC di toko Zara dingin sehingga saya
agak menggigil. Kemudian, kami menuju sebuah restoran Chinese dan melihat harga
makanan yang tertera di sebuah buku pesanan makanan yang ada di luar. Harganya
sangat mahal. Kami pun melanjutkan perjalanan dan mencari restoran untuk
berbuka.
Akhirnya, kami
menemukan restoran Italia dengan harga yang relatif terjangkau. Kami pun masuk
dan ternyata, restoran itu cukup kecil dan pegawainya sedikit. Kami duduk di
lantai 2 restoran itu dan memesan makanan di bawah. Tidak seperti restoran pada
umumnya yang pegawainya datang ke meja pelanggan, kami diminta memesan langsung
di bawah. Aa memesan spaghetti tomat dan saya memesan spaghetti keju. Hanya
sedikit babi yang dijual di restoran ini. Kami pun menuju meja tempat kami
duduk dan menanti waktu berbuka.
Pukul 18.10, makanan
diantar oleh sang pelayan menuju meja kami. Namun, makanan aa ternyata salah
kirim. Akhirnya, makanan aa yang salah kirim ditukarkan dengan makanan yang
tadi dipesan. kami pun menunggu waktu berbuka yang terjadi pukul 18.59. Pukul
18.30, matahari sudah tidak ada lagi. Sepertinya sudah waktu berbuka, namun
kami ragu. Mama saya mengatakan lagi bahwa kami adalah musafir yang diberikan
keringanan oleh Allah SWT melaksanakan ibadah. Akhirnya, pukul 18.40, kami
berbuka juga karena matahari sudah gelap berdasarkan perkataan sang pedagang
kebab tadi. saya berbuka dengan air mineral, spaghetti yang dibalur keju, dan
kebab yang tadi dibeli. Nikmat rasanya.
Harajuku
merupakan kawasan muda-mudi Jepang yang menjual pakaian rock urban Jepang dan
para pengunjungnya terutama muda-mudi Jepang menggunakan pakaian yang nyentrik.
trik berdagang di Harajuku adalah berteriak sekeras-kerasnya dan menggunakan
pakaian nyentrik. Baru setelah 5 hari menginjakkan kaki di kepulauan Jepang,
kami menemukan restoran kebab turki yang ternyata juga digemari banyak orang
Jepang.
Setelah berbuka, kami
sebetulnya akan menuju Ginza, pusat butik di Tokyo. Namun, karena mama sudah
kecapean, kami pun memutuskan untuk segera pulang. Kami menaiki kereta JR
Yamanote Line dari stasiun Harajuku yang mengarah menuju Tokyo Station.
Sesampainya di Tokyo Station, kami menuju jalur JR Keiyo Line untuk menuju
hotel. Di tengah perjalanan, mama saya menuju loket kereta Shinkansen dahulu
untuk menanyakan jadwal perjalanan menuju Takayama besok. Perjalanan menuju
Takayama membutuhkan waktu 5 jam dan sampai di sana sudah sore dan waktunya
mepet. Kami pun menuju hotel menggunakan JR Keiyo Line. Saat tiba di stasiun
Shiomi, mama saya membeli beberapa bento dan onigiri serta air mineral untuk
makan malam dan sahur besok.
Sesampainya di hotel, kami
langsung mengambil koper yang dititipkan di lobby hotel dan di atas tumpukan
koper ada secarik memo yang ditulis tante Ayi. Setelah mengambil koper, kami
menuju kamar untuk beristirahat dan mandi. Saya mandi berendam untuk
menyegarkan tubuh yang kelelahan setelah berwisata mengelilingi sejumlah tempat
di Tokyo. Ketika saya selesai mandi dan makan malam sebelum beristirahat malam,
mama saya mengatakan bahwa kami harus membatalkan perjalanan menuju Takayama
dan memesan hotel ini semalam lagi karena waktu perjalanan menuju Takayama
sangat lama. Saya dan mama menuju lobby membawa kartu kamar khawatir aa
ketiduran.
Mama saya pun mengurusi
pembatalan hotel di Takayama menggunakan internet dengan biaya 100 yen per 10
menitnya. Selagi mama mengurusi pembatalan hotel di Takayama, saya bermain
internet dan membaca beberapa informasi mengenai Jepang. Salah satunya ketika
kami baru datang tanggal 18 Juli, cuaca di Tokyo sepanas 35 derajat Celsius dan
mencari tahu harga tiket masuk Tokyo Skytree, menara tertinggi di Jepang sejak
tahun 2012. Setelah mengurus pembatalan hotel di Takayama, mama saya menuju
bagian administrasi hotel dan memesan kamar untuk 1hari lagi. Setelah semua urusan selesai,
kami kembali ke kamar dan kala itu, aa sudah tertidur. Untung kami berdua
membawa kartu kamar. Saya segera shalat kemudian makan sahur kemudian tidur
malam. Sungguh menakjubkan dan nyaman Tokyo hari pertama.
Besoknya, hari Senin, 23 Juli
2012, saya bangun kesiangan sehingga tidak sempat shalat shubuh. Sahur
dilakukan pada malam sebelumnya, sekitar pukul 10 malam. Saya terbangun pukul
08.30 dan diminta segera mandi. Usai saya dan kakak saya mandi, kami segera
keluar hotel menuju stasiun Shiomi. Hari ini udara sudah kembali panas
menyengat, tidak seperti kemarin. Kami berencana janjian bertemu keluarga tante
Ayi di Hachiko Statue. Setelah menunggu kereta 3 menit, kereta yang akan
mengantar kami menuju stasiun Tokyo tiba. Setelah sekitar 10 menit perjalanan,
kami tiba di stasiun Tokyo dan bertukar jalur JR Yamanote Line.
Setelah menempuh perjalanan 45 menit
menuju stasiun Shibuya, kami pun tiba dan sebetulnya, kami terlambat dari
jadwal semula. Kami terlambat 30 menit dari pukul 10 pagi. Untunglah, keluarga
tante Ayi tetap menunggu kedatangan kami di Hachiko Statue. Setelah bertemu di
Hachiko Statue, keluarga tante Ayi meminta saya memfoto mereka berempat dengan
patung Hachiko. Kemudian, kami merundingkan tempat mana yang ingin dituju. Kami
pun sepakat untuk menuju Asakusa, sebuah kuil orang Jepang dan di sana terdapat
sebuah lampion besar. Banyak orang Jepang mengatakan jika belum pergi ke
Asakusa, maka belum pergi ke Tokyo.
Kami pun menggunakan JR Yamanote
Line menuju stasiun Akihabara sebelum berganti kereta menuju Asakusa.
Perjalanan menuju stasiun Akihabara cukup lama, sekitar 1 jam. Ketika sampai di
stasiun Akihabara, kami berganti kereta menuju jalur JR Sobu Line. Kami pun
menunggu kereta beberapa lama. Ketika menunggu kereta, mama saya yang sedang
tidak puasa pergi bersama Rakha menuju sebuah vending machine ( penjual minuman
otomatis ) untuk membeli minum. Saat mama dan Rakha sedang membeli minum,
kereta pun datang. Banyak orang yang turun dari kereta untuk bertukar kereta
maupun keluar dari stasiun. Saya pun buru-buru menjemput mama dan Rakha untuk
segera mengantre di depan pintu kereta. Ketika mama dan Rakha sudah berada di
depan pintu kereta, giliran Aa yang menghilang. Aa pun segera datang setelah
berusaha mencari mama dan Rakha yang sudah berada di depan pintu kereta. .
Namun, kereta sudah keburu jalan. Alhasil, kami harus menunggu kereta lagi
selama 5 menit.
Kereta lain pun datang. Banyak orang yang
turun dari kereta, namun banyak juga yang menggantikannya. Kami pun terpaksa berdiri
karena sudah tidak mendapatkan tempat duduk lagi. Setelah menaiki kereta selama
6 menit, kami tiba di stasiun Asakusabashi. Untuk menuju Asakusa, kami harus
menaiki subway Toei Asakusa dan harus membayar tiket lagi karena subway tidak
bisa menggunakan JR Pass. Kami menuju stasiun subway Asakusabashi yang berada
di sebelah pintu keluar JR Sobu Line. Aa cukup mahir membeli tiket di mesin
otomatis sehingga hanya membutuhkan waktu sekitar 2 menit untuk membeli tiket
keluarga saya. Sedangkan, keluarga tante Ayi cukup kesulitan sehingga
membutuhkan waktu 10 menit membeli tiket untuk keluarganya.
Masalah tiket beres, kami
pun menuju peron stasiun Subway. Kami menunggu kereta selama 2 menit sebelum
kereta yang akan mengantar kami menuju stasiun Asakusa datang. Kereta pun
datang dan kami segera duduk di bangku kereta. Kereta Subway ini tidak seramai
kereta JR dalam kota/komuter. Perjalanan kami menuju stasiun Asakusa hanya
sekitar 5 menit. Tak lama kemudian, kami tiba di stasiun Asakusa. Bila kami
berjalan kaki dari Asakusabashi menuju Asakusa, membutuhkan waktu sekitar 40
menit. Sangat melelahkan… kami pun keluar dari peron bawah tanah menuju jalanan
sekitar Asakusa. Kalau saya amati, stasiun Asakusa ini lebih kumuh dan kotor
dibandingkan stasiun lainnya walaupun tidak sekotor stasiun senen di Jakarta.
Kami berjalan dari
stasiun Asakusa menuju kuil Asakusa. Perjalanan jalan kaki membutuhkan waktu 5
menit. Di dekat Asakusa, nampak jelas sebuah menara yang amat tinggi menjulang
seolah menyentuh langit. Menara itu adalah Tokyo Skytree, sebuah menara
pemancar sinyal dan observasi di ketinggian. Tokyo Skytree dibuka pada bulan
Mei 2012. Pembangunan menara Tokyo Skytree sempat tertunda karena Gempa Bumi
Sendai 2011. Menara ini dibangun untuk menggantikan peran pemancar sinyal
menara Tokyo setinggi 333m yang terlebih dahulu berdiri tahun 1958. Penyebaran
sinyal menara Tokyo terganggu karena banyak bangunan tinggi di sekitar menara
itu. Dengan dalih seperti itu, pemerintah Tokyo memutuskan untuk membangun
menara yang tingginya hampir 2 kali lipat menara Tokyo dengan sistem yang lebih
modern.
5 menit berjalan, kami tiba
di sebuah zebra cross menuju gerbang kuil Asakusa. Lampu penyeberangan masih
berwarna hijau sehingga kami buru-buru menyeberang jalan. Ternyata oh ternyata,
saya dan mama telat menyeberang dan lampu sudah berwarna merah. Sambil nunggu
lampu penyeberangan berwarna hijau, saya dan mama sempat berfoto-foto dulu di
balik sebuah tiang lampu jalanan dengan latar belakang jalanan kawasan Asakusa
dan Tokyo Skytree. 2 menit kemudian, lampu hijau menyala dan saya serta mama
buru-buru melintasi zebra cross agar tidak ketinggalan seperti tadi. ketika
tiba di depan gerbang / gapura kuil Asakusa, kami berfoto-foto ria. Sungguh
narsisnya, heheh.
Narsis dari balik tiang
lampu jalanan dengan background jalanan sekitar Asakusa dan sebuah menara
tinggi menjulang, yaitu Tokyo Skytree. Nakamise adalah kawasan pedagang
kios-kios cenderamata dan jajanan ala Jepang. Saat kami mengunjungi Nakamise,
tampak banyak pengunjung yang berbelanja atau sekedar melihat-lihat barang yang
dijual di Nakamise. Sensoji Temple sedang dipadati ratusan orang yang hendak
beribadah maupun hanya berfoto-foto saja.
Puas berfoto ria, kami
memasuki kompleks Asakusa. Di jalan menuju kuil Asakusa, kami mendapati banyak
toko yang menjual souvenir dan makanan cemilan khas Jepang. Mama saya sempat
melihat-lihat barang yang dijual di kios-kios sepanjang jalan menuju kuil Asakusa
dari depan gerbang yang disebut Kaminarimon. Jejeran kios sepanjang jalan
namanya Nakamise. Barang-barang yang dijual di Nakamise harganya cukup wajar
dan relatif sama dengan barang yang dijual di Osaka. Jangan membandingkan
barang yang dijual di Nakamise dengan barang yang dijual di Hiroshima karena
Hiroshima jauh lebih murah. Harga sebuah gantungan kunci berkisar antara
¥300-600 di Nakamise.
Kami pun berfoto di antara
keramaian kios-kios Nakamise. Tak terasa kami telah tiba di dalam kompleks kuil
Asakusa karena saking asyiknya mengamati barang-barang yang dijual di Nakamise,
ibarat berbelanja di kawasan cenderamata candi Prambanan. Nama asli kuil utama
di Asakusa adalah Sensoji Temple. Di dekat Sensoji Temple, terdapat kuil
lainnya, yaitu Asakusajinja Temple. Di depan gerbang the Grand Kaminarimon Gate,
kami menyempatkan diri berfoto-foto ria. Banyak turis lokal maupun mancanegara
yang berkunjung ke kawasan Asakusa, entah ingin melihat kuil dan kiosnya
ataupun beribadah di dalam kuil.
Setelah berfoto ria, kami
mulai masuk ke kompleks peribadatan Asakusa. Kami menuju sebuah tempat
peruntungan. Sebelum mencoba peruntungan, saya, aa, dan keluarga tante Ayi
difoto di depan the Grand Kaminarimon Gate. Setelah itu, kami mulai iseng
mencoba peruntungan di kompleks Asakusajinja Shrine. Cara mencoba peruntungan
tersebut adalah kita mengocok sebuah tabung berisi kayu-kayu seukuran sumpit
yang terdapat huruf kanji. Setelah kita mengocok tabung itu, kita mengeluarkan
salah satu kayu dan menyocokannya dengan huruf kanci yang sesuai di laci-laci
berisi kertas bertuliskan ramalan-ramalannya. Setelah cocok, kami membuka laci
dan mengambil secarik kertas bertuliskan ramalan-ramalannya.
Beberapa dari kami mencobanya.
Adit mendapatkan secarik kertas dengan ramalan kehidupannya berjalan baik.
Namun, nasib aa kurang mujur. Hampir tiap kali mencoba peruntungan tersebut isi
ramalannya kehidupan aa tidak berjalan dengan mulus. Saya pun sempat iseng
mencoba peruntungan itu dan menurut ramalan, saya akan menjalani kehidupan
dengan biasa-biasa saja. Rakha pun ikut mencobanya. Tarif yang dikenakan untuk
menggunakan peruntungan ini sekitar ¥100. Kami cukup senang bermain peruntungan
tadi. namun, sebagai umat Muslim tentunya kami dilarang mempercayai
ramalan-ramalan tersebut. Kehidupan ini insya Allah berjalan mulus jika Allah
menghendaki serta diiringi usaha dan tawakal.
Tak terasa sudah pukul 1
siang, kami segera keluar dari kompleks peribadatan Asakusa melewati jejeran
kios Nakamise. Lagi-lagi, dalam perjalanan pulang kami sempat melirik
barang-barang yang dijual di sana. Setelah tergiur dengan barang-barang tadi,
mama saya membeli sebuah tas tenteng yang bisa digunakan untuk menaruh
oleh-oleh dari Jepang. Tas itu bergambarkan seorang wanita ala Jepang kuno yang
amat anggun. Kemudian, mama saya membeli beberapa cemilan kue yang dijual di
sana. Kakak saya pun membeli satu pak kue berbentuk Doraemon. Mama saya, saya,
tante Ayi, dan Rakha sempat melihat-lihat sebuah kios yang menjual berbagai
cenderamata seperti gantungan kunci dan baju. Saya memilih tidak membeli
gantungan kunci bergambar Tokyo Skytree di Asakusa. Rakha merengek karena ia
ingin membeli sebuah gantungan kunci. Namun, untuk menghemat uang tante Ayi
tidak mau membelikannya.
Kami pun duduk-duduk di
pinggir belakang Kaminarimon Gate. Juga banyak warga lokal menghabiskan waktu
sambil duduk di pinggir belakang Kaminarimon Gate. Setelah sekitar 5 menit
duduk, kami berjalan menyususi trotoar di pinggir jalanan sekitar Asakusa yang
dipenuhi beragam restoran maupun toko-toko tradisional. Di pinggir jalan, kami
menemui beberapa tukang becak Jepang yang ternyata salah satunya bisa berbahasa
Indonesia sedikit-sedikit. Ia berbicara ‘’selamat siang, ayo kita berkeliling
kota.’’ Kami pun heran sekaligus kagum : dari mana sang tukang becak mengetahui
kata-kata seperti itu? Kami pun melanjutkan perjalanan kembali.
Kami menyeberang sungai
melalui sebuah jembatan bernama Azumabashi untuk melihat-lihat kawasan sekitar
sungai. Di seberang sungai, terdapat flyover memanjang yaitu Expressway
Mukojima Route No. 6 yang tertata rapi sehingga kawasan sungai tidak tertutupi
flyover. Tidak seperti sungai di Jakarta, sungai yang kami seberangi terlihat
bersih. Nama sungai tersebut adalah Sumidagawa River. Di sisi Asakusa, terdapat
sebuah dermaga yang diperuntukkan bagi water bus. Dermaga itu dipadati banyak
turis lokal maupun mancanegara yang ingin merasakan sensasi kawasan sungai tersebut.
Setelah menyeberangi sungai selebar 160m, kami tiba di seberang Sumida-ku. Di
sana, kami sempat bertanya kepada sepasang kekasih yang sedang jalan-jalan di
sekitar sungai cara menuju sebuah bangunan di Oshiage. Kata mereka, untuk
menuju tempat tersebut, kami harus menaiki kendaraan karena bila berjalan kaki,
jaraknya cukup jauh.
Kami pun kembali menyeberang
sungai walaupun kaki kami sudah cukup kelelahan. Ketika tiba di sisi Asakusa,
kami menuju stasiun Asakusa di jalur Tobu Isesaki Line. Karena bukan jalur yang
dimiliki JR, kami harus membeli tiket kereta lagi. Di depan stasiun tersebut,
ada sebuah papan reklame bertuliskan ‘’Welcome to Taito City’’. Tante Ayi dan
Rakha berfoto-foto di depan papan reklame sebelum masuk ke stasiun. Kali ini,
pembelian tiket berangsur lancar. Kami memasuki peron stasiun dan kereta yang
akan mengantar kami menuju sebuah stasiun telah tiba. 2 menit setelah kami
memasuki kereta, kereta itu bergerak menuju sebuah bangunan tertinggi kedua di
dunia. Dan bangunan yang kami tuju itu adalah Tokyo Skytree. Ekspedisi menuju
Tokyo Skytree pun dimulai.
Comments
Post a Comment