Tokyo Skytree, the Symbol of New Japan


                   Setelah menaiki kereta Tobu Isesaki Line, kami tiba di stasiun Tokyo Skytree. Dari stasiun Tokyo Skytree, kami menuju sebuah escalator antara lantai bawah menuju bagian dalam Mal Tokyo Skytree yang terletak di bawah menara Tokyo Skytree. Setelah tiba di dalam mal, kami keluar menuju teras mal di mana kami berfoto-foto dari bawah Tokyo Skytree. Karena kami ingin menaiki Tokyo Skytree, kami menuju loket karcis menuju ruang observasi Tokyo Skytree. Menara Tokyo Skytree banyak dikunjungi wisatawan yang ingin menikmati Tokyo dari udara dan merasakan sensasi modern menara ini, maklum karena menara Tokyo Skytree baru dibuka Mei 2012 sehingga masih tampak gres seperti mobil yang baru keluar dari pabrikannya.
                   Namun, ketika sedang mengantre, aa mengurungkan niatnya menaiki Tokyo Skytree. Antrean menuju loket karcis memang sangat panjang karena peminatnya banyak. Yang ada tinggal saya dan mama serta keluarga tante Ayi. Karena antreannya sangat panjang, mama saya memilih keluar antrean dan menitipkan saya kepada keluarga tante Ayi karena keinginan saya menaiki menara Tokyo Skytree. Mama saya meminta om Ridho membayar tiket saya terlebih dahulu. Nanti ketika sudah di Jakarta uangnya diganti. Akhirnya, tinggal saya dan keluarga tante Ayi. Kami berlima terus menyusuri panjangnya antrean.
                    Karena kaki cukup pegal dan antreannya masih cukup panjang, saya, Adit, dan Rakha memilih duduk di pinggir jendela. Kalau di Indonesia, jika ada antrean sepanjang ini, maka banyak orang duduk-duduk di sembarang tempat. Tapi, ketika kami duduk di pinggir jendela, tidak ada satupun orang duduk-duduk sembarangan dan banyak orang yang mengantre memandangi kami terus. Kami bertiga merasa malu dan segera kembali ke tempat barisan. Sungguh memalukan perilaku orang Indonesia seperti kami. Memang dasar!! Kami pun bersama-sama mengantre ria. Om Ridho sempat membuat lelucon ‘’Kayaknya kita orang Indonesia pertama yang naik menara ini neh, hehehe’’. Emangnya cuma kita doang turis WNI yang pernah naik Tokyo Skytree.
                     Setelah mengantre kira-kira 40 menit, kami tiba di loket karcis Tokyo Skytree. Om Ridho membelikan tiket untuk saya, Adit, dan Rakha. Awalnya, saya menolak diberi tiket dengan harga ekstra untuk menuju observasi 450m dan hanya ingin mencapai 350m sesuai harga standar tiket karena mengira mama saya yang membayar tiketnya. Namun, om Ridho berbaik hati dan mengatakan bahwa untuk masalah tiket, om Ridho akan membayar seluruh harga tiket dasar dan tiket menuju observasi 450m. hingga kini, saya belum sempat mengucapkan terima kasih kepada om Ridho karena telah membayar tiket masuk Tokyo Skytree yang mahalnya selangit. Melalui blog ini, aku mengucapkan terima kasih kepada om Ridho karena telah membayar tiket masuk Tokyo Skytree.
                    Saya, Adit, dan Rakha menuju lift yang akan mengantarkan kami bertiga ke observasi 345m. sedangkan om Ridho, tante Ayi, mama, dan aa menunggu di pintu keluar. Sebelumnya, mama saya telah memberitahu bahwa mama menunggu di McDonald. Sekitar 2 menit menunggu lift yang akan mengantar kami bertiga bersama 37 orang lainnya ( kapasitas lift cepat Tokyo Skytree sekitar 40 orang ) menuju observasi 345m. Pintu lift pun ditutup dan kami mulai merasakan sensasi lift bergerak cepat menuju ketinggian 345m. Karena lift ini bergerak dengan sangat cepat, yaitu dengan kecepatan tertingginya 600m/menit, kuping saya pun bindeng. Lift ini terasa futuristic dengan pendamping lagu yang enak didengar. Tak terasa, 50 detik kemudian, kami tiba di ketinggian 345m. observasi ini merupakan observasi menara tertinggi yang pernah saya capai. Sebelumnya, tahun 2011 saya dan aa menaiki observasi KL Tower setinggi 330m saja.
                      Ketika kami tiba di observasi 345m, terlihat banyak pengunjung di observasi ini. Di dalam ruang observasi 345m, terdapat sebuah peta yang menunjukkan lingkungan yang bisa diamati dari ruang observasi 345m. kami bertiga segera melihat pemandangan Tokyo dari ketinggian yang amat menakjubkan. Ternyata, Tokyo kekurangan lahan dan banyak rumah dan gedung yang dibangun berhimpitan satu sama lain. Walaupun wilayah pemukiman Tokyo padat, namun masih nampak tertata rapi, tidak seperti di Jakarta. Ternyata, ibukota dengan jumlah penduduk di dalam kotanya yang berjumlah 12 Juta masih mampu menata diri sehingga enak dipandang.
                     Setelah puas mengamati berbagai pemandangan dari ketinggian 345m, kami mulai mengantre untuk membeli tiket menuju observasi 450m. banyak pengunjung yang mengantre untuk membeli tiket menuju observasi 450m. karena panjangnya antrean, maka kami bergiliran mengantrenya, walaupun sistem ini sebetulnya merepotkan. Setelah mengantre selama 15 menit, kami pun tiba di loket pembelian tiket menuju observasi 450m. Setelah membeli tiket, kami bertiga mengantre di depan lift. Tak lama, lift yang akan mengantar kami menuju observasi 450m tiba. Kami pun segera masuk bersama penumpang lainnya. Pintu lift pun ditutup dan kami mulai melaju menuju ketinggian 450m selama 15 detik.
                    Akhirnya, kami tiba di puncak observasi Tokyo Skytree setinggi 450m. ketika kami keluar dari lift, kami segera melihat pemandangan menakjubkan Tokyo dari ketinggian. Kali ini, sensasi ketinggiannya amat terasa. Ruang observasi ini diberi cat putih dan pendingin udaranya disetel cukup dingin. Namun, karena Tokyo sedang panas-panasnya, apalagi saat itu masih jam 4 sore musim panas, teriknya Matahari pun masih terasa. Kami mengitari ruang observasi melalui Tembo Galleria, sebuah airwalk sepanjang 110 m yang menghubungkan observasi 445m dengan observasi 450m. akhirnya, kami tiba di sebuah ruangan berkaca yang ternyata merupakan titik tertinggi yang boleh dikunjungi pengunjung Tokyo Skytree. Titik tertinggi itu bernama Sorakara Point setinggi 451,2m atau hanya terpaut 0,8m dari ujung antena tertinggi Menara Petronas di KL, Malaysia.
                  Dari puncak menara, kami melihat beragam pemandangan. Dari puncak observasi 450m inilah saya mulai melihat Tokyo Tower yang dikelilingi bangunan tinggi. Memang sudah pantasnya Tokyo Tower digantikan oleh Tokyo Skytree yang lebih tinggi dan modern. Kalau kita melihat gedung di sekeliling Tokyo Tower, memang masih sedikit lebih pendek. Namun, sinyal yang berasal dari puncak menara yang hendak menjangkau seluruh kota terhalang oleh beberapa pencakar langit di Shinjuku, Roppongi, Shiodome, dan kawasan pencakar langit lainnya. Tokyo Tower sendiri berada di kawasan pencakar langit Shiodome. Dengan adanya Tokyo Skytree yang lebih tinggi dan lebih canggih, maka peredaran sinyal pun semakin lancar dan lebih baik.
                   Karena saat kami menaiki Tokyo Skytree cuaca sedang teriknya sehingga agak terhalang kabut, maka kami tidak bisa melihat maskot Jepang di seluruh dunia yaitu Gunung Fuji. Sebelumnya ketika berada di kereta Hiroshima-Tokyo, kami tidak bisa melihat maskot Jepang tersebut karena cuaca mendung. Ketika kami bertanya kepada petugas Tokyo Skytree, ia menggelengkan kepala karena ia tidak tahu persis posisi Mount Fuji. Kami bertiga pun terus menikmati pemandangan udara Tokyo dari ketinggian. Ketika sedang berada di ujung Tembo Galleria, ada sebuah objek pemotretan yang menarik dicoba.
DSC_0457.JPGDSC_0476.JPG
       DSC_0498.JPGDSC_0521.JPG
       DSC_0507.JPGDSC_0515.JPG
Tokyo Skytree dari seberang sungai Sumidagawa di sisi Oshiage ( Tokyo Skytree ). Menara ini mengalahkan ketinggian Menara Guangzhou setinggi 600m, namun masih di bawah Burj Dubai setinggi +800m. Karena observasi Tokyo Skytree masih gres dan baru dibuka Mei 2012, maka banyak pengunjung yang antre ingin membeli tiket menuju lantai observasi Tokyo Skytree. Suasana observasi Tembo Deck di ketinggian 345m yang dipenuhi pengunjung. Tembo Galleria merupakan ruangan observasi melingkar berkaca antara ketinggian 445m-451,2m. sungguh futuristic memang. Tembo Galleria ini relatif sepi dibandingkan Tembo Deck karena akan dikenakan biaya ekstra jika akan menuju Tembo Galleria. Sorakara Point merupakan titik tertinggi yang boleh dikunjungi para wisatawan. Sorakara Point berwujud dinding kaca yang memantulkan pemandangan antara kaca yang satu dengan kaca yang lainnya. Tokyo Tower, selain sudah tua karena dibangun tahun 1958, juga sudah dikelilingi berbagai bangunan tinggi di sekitarnya, terutama kawasan Shiodome, Shinjuku, dan Roppongi. Di sinilah peran Tokyo Skytree yang lebih tinggi dan modern dibutuhkan.
                   Ketika saya dan Adit bertanya kepada seorang petugas, ia malah menggelengkan kepala dan mulai mencari petugas lainnya untuk menerangkan kami. Petugas lainnya sama saja hingga datang petugas khusus melayani pengunjung turis asing yang berbahasa Inggris. Kami bertanya jika kami difoto di objek Tembo Galleria, apakah kami harus membayar untuk mencetak foto atau bisa menggunakan kamera sendiri. Petugas itu mengharuskan kami menggunakan foto yang telah disediakan oleh pihak Tokyo Skytree. Akhirnya,setelah 30 menit berada di observasi 450m, kami turun menuju observasi 340m.
                   Ketika kami bertiga turun menuju observasi 340m, kami terlebih dahulu turun dari lift di observasi 345m kemudian menggunakan eskalator menuju observasi 340m. Niat kami menuju observasi 340m adalah untuk mencoba berfoto di Glass Floor. Namun, peminatnya banyak dan kami tidak punya uang sebesar +¥1.000 untuk mencetak foto. Agar tidak menanggung rasa malu karena tidak mencetak foto setelah berpose di Glass Floor dan menggunakan kamera sendiri, kami bertiga lagi-lagi mengurungkan niat untuk berfoto di 2 objek pemotretan di Tokyo Skytree. Kami pun hendak mengantar Rakha menuju kios cenderamata untuk membeli gantungan kunci.
                  Sekitar 1 jam berada di ruang observasi Tokyo Skytree, kami pun memutuskan kembali ke pintu keluar di lantai 4. Lift yang kami tumpangi akan berhenti di lantai 5. Karena kami tidak tahu jalan, kami malah nyasar ke pintu keluar lantai 2. Kami bertiga agak panik dan segera bertanya kepada petugas Tokyo Skytree yang berada di sekitarnya dan bertanya kepada beberapa pelayan restoran, di mana McDonald? McDonald berada di lantai 4 dan kami segera menuju lantai 4 cepat-cepat menggunakan tangga biasa. Akhirnya, setelah berjuang menemukan pintu keluar selama 15 menit, kami bertiga bertemu dengan om Ridho dan tante Ayi. Kemudian, saya bertemu mama dan aa yang menunggu di dalam pintu keluar Tokyo Skytree lantai 4.
HARGA TIKET MASUK TOKYO SKYTREE
Category                  For                  Adults          Students 12-17 Students 6-11 Children 4-5
Individuals           Tokyo Skytree      ¥2.000                 ¥1.500              ¥900                ¥600
                             Tembo Deck         ¥1.000                      ¥750                   ¥450                    ¥300 

                               Tokyo Skytree        ¥1.000                   ¥800                ¥500                ¥300
                           Tembo Galleria         ¥500                       ¥400                    ¥250                   ¥150

*Untuk harga Tokyo Skytree Tembo Galleria merupakan biaya ekstra. Tokyo Skytree Tembo Deck merupakan biaya standar masuk Tokyo Skytree. Misal seorang pria dewasa ingin menaiki Tembo Galleria, maka ia harus membayar uang ¥2.000+1.000 = ¥3.000
*Individuals = rates in parentheses are for people with impairments

                 Setelah kami bertiga bertemu dengan aa, mama, tante Ayi, dan om Ridho, kami segera turun dari mal Tokyo Skytree menuju stasiun Tokyo Skytree. Dari jalanan, saya memotret Tokyo Skytree bersama tulisan Tokyo Solomachi. Di dekat stasiun, mama saya membelikan saya gantungan kunci di sebuah kios cenderamata khas Tokyo Skytree. Namun, ketika sudah berada di stasiun Tokyo Skytree, kami memilih menggunakan subway dari stasiun Oshiage, di sebelah timur komplek Tokyo Skytree, jaraknya dari ujung ke ujung dari stasiun Tokyo Skytree. Kami pun segera melaju menuju Stasiun Oshiage. Kami sempat menyeberang jalan. Namun, ternyata kami salah dan kembali lagi menuju trotoar tempat kami berjalan. Karena terlalu lama, keluarga tante Ayi terkene lampu merah dan harus menunggu selama 1 menit sebelum diperbolehkan menyeberang jalan.

                 Di tengah-tengah perjalanan, tepatnya di Solamachi Square, kami berhenti untuk istirahat dan berfoto-foto. Saya menyelonjorkan kaki karena kaki saya sudah sangat pegal. Mama saya sedang membeli makanan di KFC untuk berbuka dan tante Ayi bersama om Ridho sedang mencari rute menuju objek pemotretan Gunung Fuji di sebuah kantor agen travel perjalanan. Setelah selesai, kami menuju stasiun Oshiage dan membeli tiket di mesin otomatis. Kali ini, semua berlangsung lancar. Setelah itu, kami menuju peron stasiun dan menaiki kereta Tokyo Metro Hanzomon Line menuju stasiun Kinshicho karena jalur inilah yang paling dekat dengan jaringan jalur kereta JR Sobu Line yang akan mengantarkan kami menuju kawasan Yoyogi untuk menemui masjid yang dimaksud oleh sang pedagang kebab kemarin.

                Kami pun tiba di stasiun Kinshicho dan segera keluar dari stasiun Metro menuju stasiun JR di atas tanah. Kami segera masuk di stasiun Kinshicho dan dan menaiki kereta JR Sobu Line menuju Yoyogi. Di tengah perjalanan, tante saya sempat bertanya, ‘’pad, penumpang pade banyak turun di stasiun mane neh?’’ menggunakan logat betawi. Saya pun menjawab ‘’di stasiun Akihabara banyak yang turun’’. Benar saja, di stasiun Akihabara, banyak penumpang yang turun dan kami langsung menyerbu tempat duduk yang ditinggalkan penumpang yang keluar tadi. tebakan saya benar heheheh….. kami pun ngaso di kereta selama 30 menit sebelum mencapai stasiun Yoyogi. Setelah melewati 7 stasiun dari stasiun Akihabara, kami tiba di stasiun Yoyogi. Waktu di dalam kereta dirasa cukup untuk menyelonjorkan kaki.

                      Keluar dari stasiun Yoyogi, kini tantangan kami adalah ‘’bagaimana mencari masjid Turki’’ kami pun dengan sabar menyusuri berbagai jalan menuju masjid yang dimaksud. Namun, masjid Turki itu tak kunjung terlihat. Ketika kami memberitahukan bahwa kami mencari masjid Turki, om Ridho kaget dan mengatakan bahwa masjid orang Turki itu bukan masjid beneran, melainkan apartemen/ruko yang diubah menjadi tempat ibadah Masjid/Musholla. Karena kami tak kunjung mendapatkan masjid itu, kami membatalkan pencarian masjid Turki dan mulai focus mencari tempat berbuka puasa.

                   Banyak restoran yang kami temui ternyata menjual 100% daging babi, oh tidaak. Kami pun menemui sebuah supermarket. Mama dan aa pun berbelanja makanan untuk sahur besok dan beberapa oleh-oleh nori serta keripik, sedangkan saya dan keluarga tante Ayi menunggu di luar. Ketika mama dan aa keluar dari supermarket, kini tante Ayi yang membeli makanan. Bukannya sekalian aja biar nggak buang-buang waktu. 30 menit lagi waktu berbuka pukul 18.59. kami pun mempercepat langkah mencari restoran untuk berbuka. Kemudian, kami tiba di sebuah restoran yang menjual makanan yang lumayan enak, namun tempat makannya berada di atas dan baunya tidak enak. Kami pun berpindah restoran dan menemukan restoran ribs ala Jepang bernuansa kuning. Karena kami berhemat, maka kami bertujuh hanya memesan 2 piring ribs. Petugas restoran menertawakan kami. Ternyata, cara pembelian makanan di resto ini cukup elit, yaitu menggunakan mesin!

                     Akhirnya, waktu berbuka tiba. Kami berbuka pertama menggunakan air dingin yang disediakan Cuma-Cuma oleh restoran. Kemudian, saya dan mama makan menggunakan onigiri dan ayam KFC. Lumayan untuk menghemat uang. Om Ridho sempat mengajak ngobrol dengan petugas restoran yang ternyata tidak bisa berbahasa Inggris. Om Ridho menceritakan hal yang sedang kami lakukan hari ini yaitu berpuasa sambil ekspedisi di Asakusa dan Tokyo Skytree. Tapi percuma saja om Ridho berbicara sebanyak itu karena sang petugas restoran sama sekali tidak mengerti apa yang kita bicarakan. Ibaratnya turis Australia ngomong sama mbok-mbok penjual warteg ataupun warung padang.

                   Makan selesai, perut kenyang, dahaga pun hilang. Oh nikmatnya karuniamu ya Allah. Selesai makan malam alias buka puasa di restoran ribs tersebut, kami bertujuh sempat mengabadikan foto buka puasa bersama seorang pelayan wanita sambil berpose ria. Terima kasih kepada pegawai restoran ribs yang telah memberikan kami hidangan berbuka yang nikmat di negeri yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Usai berbuka, mama saya mengajak saya untuk berbelanja makanan sahur untuk nanti malam. Ya, kami makan sahur pada malam hari, jam 10 malam karena bila makan sahur pukul 3 pagi, mama saya tidak bisa tidur setelah terbangun pukul 3 pagi. Selesai berbelanja, saya dan mama menemui aa dan keluarga tante Ayi yang telah menunggu dekat Zebra Cross depan Stasiun JR Yoyogi. Kami menyeberang bersama-sama menuju stasiun.

DSC_0553.JPGDSC_0559.JPG


DSC_0557.JPG

Turis Indonesia dengan sabarnya mencari restoran untuk berbuka puasa di kawasan Yoyogi. Setelah mencari restoran yang menjual makanan yang tidak menjual babi 100%, kami menemukan sebuah restoran yang tidak ada pengunjung yang menawarkan ribs ala Jepang dengan kari. Saya tidak tahu pasti nama restoran itu, namun maskotnya adalah gorilla. Usai berbuka, kami bertujuh berfoto dengan seorang pelayan wanita restoran itu. Terima kasih telah menyediakan kami tempat berbuka dengan menu lezat walaupun kalian tidak bisa melayani kami dengan Bahasa Inggris. Kebaikan kalian tak akan kami lupakan…..

                    Tiba di stasiun JR Yoyogi, kami menuju peron JR Yamanote Line arah Ikebukuro. Jalur JR Yamanote Line ini diperuntukkan untuk jalur lingkar kereta dalam kota dan menjangkau beberapa tempat penting di Tokyo. Kereta kami pun datang dan kami bertujuh segera masuk ke dalam kereta dan kereta mulai melaju menuju Ikebukuro. Di dalam kereta, keluarga saya dan keluarga tante Ayi sepakat untuk bertemu di stasiun Shinkansen Tokyo dan berangkat menuju Osaka pukul 10 pagi. Ketika kereta kami tiba di stasiun Ikebukuro, keluarga tante Ayi berpamitan dan turun dari kereta karena keluarga mereka menginap di Ikebukuro. Tinggal kami bertiga menuju stasiun Tokyo yang relatif jauh, sekitar 11 stasiun dan membutuhkan waktu 50 menit utuk mencapai Tokyo Station. Lumayan untuk selonjoran kaki.

                    Akhirnya kami tiba di stasiun Tokyo dan segera berjalan kaki menuju peron kereta JR Keiyo Line yang jauhnya dari ujung ke ujung. Kami tiba di peron kereta JR Keiyo Line dan segera menaiki local train menuju Shiomi. 10 menit perjalanan, kami pun tiba di stasiun Shiomi dan segera menuju hotel APA tempat kami menginap. Setelah mandi, makan sahur pukul 10 malam, dan menyikat gigi serta shalat Maghrib+Isya, kami bebenah barang bawaan karena besok pagi, sekitar pukul 9 pagi kami akan meninggalkan hotel menuju stasiun Tokyo untuk menaiki Shinkansen menuju Osaka karena hari Rabu kami sudah kembali ke Jakarta. Semua beres, kami bertujuh pun segera tidur malam.

                  Esok pagi, Selasa, 24 Juli 2012 pukul 8 pagi, saya terbangun dan sebelumnya mama saya telah bangun untuk mandi dan tentunya dandan. Lagi-lagi, saya tidak bisa shalat Shubuh karena kesiangan. Di Tokyo, shalat Shubuh sekitar pukul 4 pagi dan matahari terbit pukul 5 pagi. Hanya berbeda beberapa menit saja ketimbang Osaka. Setelah saya dan aa mandi dan bersiap-siap, kami keluar dari hotel agak terlambat, sekitar pukul 09.30. karena semua urusan administrasi hotel telah selesai, proses check-out sangat singkat. Tidak sampai 20 detik, kami meninggalkan lobby APA hotel dan menuju stasiun Shiomi sambil menenteng 2 tas/orang karena kami membawa 6 tas berbagai ukuran.

                 Kami menuju peron stasiun Shiomi dan langsung menaiki kereta menuju Tokyo Station. Setelah sekitar 10 menit berada di dalam kereta, kami tiba di Tokyo Station. Kami segera jalan cepat menuju peron kereta Shinkansen yang juga berada dari ujung ke ujung Tokyo Station. Sepertinya, peron JR Keiyo Line amat terpencil dari pusat stasiun. Puas 6 menit berjalan, akhirnya kami tiba di peron Shinkansen dan bertemu keluarga tante Ayi beberapa lama kemudian. Pukul 09.50, kereta kami datang dan bagian dalam kereta dibersihkan serta kursinya diputar sesuai arah kembali menuju Osaka. Setelah sekitar 8 menit kereta dibersihkan, kami segera naik kereta tersebut. Pukul 10.00, kereta Shinkansen Series 700 Hikari Tokyo-Osaka pun mulai bergerak menuju Osaka melalui jalur Tokkaido Shinkansen Line ( Tokyo-Osaka ).

Comments