Pelik Jakarta

Assalamu'alaikum
Salam sejahtera

LANGSUNG KE TEKAPE....!!!!

Gue kepikiran untuk nulis tentang pelik transportasi ibukota Nusantara ini sejak lama. Tapi, tekad yang bulat memang terjadi saat gue pulang naik bajaj dari Labsky hari jumat pas ada Cultural Day tgl 14 februari 2014.

Gue mulai belajar naik taksi dan bajaj sendiri sejak supir bapak gue yang biasa nganter bolak-balik keluar sejak mobil gue tabrakan di deket Alpus. Gue diajarin kalo bajaj itu nawarnya 25 ribu untuk rute Labsky-Rumah. Kalo taksi, tipsnya kasitau aja kita mau ke mana dan kalo dia mau langsung dianter. Demikian juga dengan bajaj. Soal tarif gue tenang aja karena udah ada 'hakim tarif' nya. 

Semua udah komplit kan? Semua itu gampang dilakuin, tapi problem klasiknya adalah 

BANYAK SUPIR BAJAJ DAN TAKSI YANG NGGAK MAU KE PETUKANGAN SELATAN

Alasan mereka yang selalu diucapkan tiap kali gue tanya adalah "macet de,". Ampun pak kalo macet mah saya juga ngalamin. Atau kalo mereka mau, biasanya langsung pasang tarif 40-50 ribu. Gue bilang aja "Pak, taksi yang nyaman sekalipun nggak pernah semahal itu kalo jam segini ( jam 1-3 sore )." Mereka tetep keukeuh dan lantas bilang "Nggak deh, nggak deh" kalo gue minta 25 ribu. Analisis gue sih ada 2 kemungkinan mereka bakal bilang gitu :

1. Biar dapet bayaran banyak
Alesan mereka menolak mengantarkan gue dengan tarif 25 ribu karena melalui neraka dari neraka kemacetan Jakarta ini mungkin dapat diterima akal sehat. Emang bener kalau Jalan Ciledug Raya itu macetnya nggak ketolongan. Tapi, buktinya taksi aja selamat sejahtera lewatin kawasan itu dengan harga berkisar 25-30 ribu di jam 1-3 siang. Terus mereka juga tetep makmur kok. Lah ini bajaj yang menurut gue penggunaan bahan bakarnya hemat malah minta ongkos selangit. Udah gitu si bajaj juga nggak ada acnya lagi. 

Apa kekhawatiran gue yang semoga nggak terjadi adalah Pengeluaran operasional mereka sebetulnya nggak gede-gede amat. Mereka cuma manfaatin kemacetan Ciledug Raya yang udah kaya lubang setan itu supaya jadi ladang belas kasihan agar mereka dapet untung belipet-lipet. Entah bagaimana pendapat para sopir bajaj, tapi ini cuma kekhawatiran para konsumen yang berdomisili di Ciledug Raya. Semoga bapak bisa jujur soal hal ini. Bukan untuk suudzon. Thankyou.

2. Emang bener ongkos operasional ke Ciledug Raya itu bengkak
Ini adalah skenario ketika para sopir bajaj ( juga untuk supir taksi ) sudah benar-benar jujur soal bengkaknya ongkos operasional ke Ciledug Raya. Berdasarkan pengamatan gue, kalo pulang jam 1-4an itu waktunya sekitar 30 menit. Macet paling banter di kawasan ITC Cipulir. Di kawasan Cipulir, mobil motor dalam keadaan idling ( berhenti dengan mesin menyala ) dan sebentar-sebentar jalan itu udah jadi hal lazim. Tentu ini akan menghabiskan bahan bakar cukup signifikan.

Jangan pernah berharap untuk menempuh perjalanan Labsky-Petukangan Selatan dalam tempo di bawah setengah jam saat jam 5-6.30 karena saat itulah di mana kondisi jalan berhenti sudah dimulai sejak Flyover Kebayoran dan lancar sejauh kurang lebih 20-200 meter di Seskoal abis itu macet lagi di Cipulir. Lepas itu macet lagi karena ada U-Turn buat ngegantiin perempatan M. Saidi yang ditutup ( ini juga merupakan kesalahan fatal Dishub bagi gue ). Kalo udah kaya gitu, bersiaplah di jalan dengan durasi paling cepat 45 menit dan paling lama sekitar 1 setengah jam untuk menempuh jarak sekitar 5 km. 

Di atas jam 6.30, macet dikit-dikit mulai redaan dan akhirnya tuntas jelang tengah malam. 

Kalo gue pikir, penyebab macet parah di sini ada 3 :
1. Manajemen lampu merah yang superburuk. ( sudah dijelaskan di posting sebelumnya )
2. Angkutan main berhenti sembarangan.
3. Jalan rusak dan U-Turn ( Jalan rusak terjadi di ITC Cipulir ).

Buat ngatesin macet di sana, selain manajemen lampu merah sebagai P3Knya  Macet Ciledug Raya, juga dibutuhin sarana bus dan halte yang memadai. Kalo perlu, Bekatebe suruh masuk aja ke kawasan Ciledug Raya buat gantiin Kopaja dan Metromini. Oke sekarang topiknya secara luas.

Jabodetabek Transportation Authority

Jabodetabek Transportation Authority adalah sebuah lembaga yang cuma gue idamkan ( aslinya belom ada ) untuk mewadahi semua angkutan massal di kawasan Jabodetabek. Angkutan massal itu meliputi :
1. KRL Jabodetabek 
2. Angkot tiap kota
3. Bus Patas dalem / antarkota.
5. Transjakarta, Bus Kota Terintegrasi Busway, Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway
6. MRT Jakarta
7. Monorail Jakarta
8. Bus kota reguler ( Metromini Kopaja Koantas Bima )

Tugasnya adalah mengkoordinir semua perjalanan transportasi di kawasan Jabodetabek. Jadi, setiap moda transportasi akan bekerjasama satu sama lain, sehingga tidak terpecah sendiri. Keuntungannya, kalau mau transfer antarmoda bisa lebih murah dan gampang, karena :

1. Tidak akan bayar tarif moda transportasi kedua dengan biaya penuh
Ini akan terjadi jika sistemnya sekali bayar saja. Atau akan terjadi sistem pembayaran lagi di moda transportasi kedua, namun dengan tarif yang lebih murah. Contohnya setiap transfer menuju Transjakarta dihargai 2000 rupiah, menuju MRT dan Monorel dihargai 5000 rupiah, menuju angkot dan bus kota dihargai 1500 rupiah saja. Kalau mau transfer ke KRL juga dihargai 5000 rupiah, transfer ke Bus Patas dihargai 3000.

2. Transit menjadi jauh lebih gampang
Nanti kalau sudah seperti ini, penumpang akan merasakan betapa mudahnya berganti moda satu sama lain karena semua perpindahan penumpang sudah difasilitasi, sehingga tidak ada lagi kejadian ketika sang penumpang harus berjalan terlalu jauh untuk transit atau kerepotan di tengah panas terik Jakarta. Bayangkan ketika Anda keluar dari Stasiun Kebayoran Lama misalkan, sudah ada angkutan umum yang nangkring di kawasan stasiun dan sudah siap mengantarkan Anda ke tempat tujuan. Hebatnya lagi, kalau sudah terintegrasi nanti tempat nangkringnya lebih tertata karena sudah dapat tempat, bukannya seperti di Stasiun Cikini di mata angkot saling rebutan penumpang. 

Pengembangan untuk KRL Jabodetabek :
1. Stasiun dibuat lebih nyaman.
Saya cukup setuju jika PKL dan pedagang asongan ditertibkan dari kawasan stasiun. Karena kalau kita lihat di luar negeri, hal ini tentunya menjadi sebuah hal tabu. Atau kalau masih ingin dipertahankan, adakan sayembara untuk 10 PKL dan asongan terbaik untuk tetap berdagang di kios yang disediakan di stasiun. Selain itu, atap stasiun kalau bisa dan memungkinkan ada seninya juga. Tapi jangan sampe terlalu gelap kaya atap Stasiun Cikini gitu. Warnanya putih / krem cerah dan lebih lebar aja atapnya biar penumpang ngga kebasahan. Setidaknya setiap stasiun punya keunikannya sendiri. Bakal datengin wisatawan loh kalo kaya gini.

2. Realisasikan Jalur Elevated segera
Sejak insiden KRL Jabodetabek vs Truk Tangki Pertamina di Pondok Betung 9 Desember 2013 silam, emang perlu dibangun yang namanya jalur Elevated atau flyover/underpass setiap perlintasan. Jika sudah tidak ada perlintasan sebidang lagi, KRL dan jalur kendaraan bermotor juga bakal dapet manfaat. Frekuensi KRL bakal bertambah dan kemacetan di perlintasan KA bakal berkurang. Kalau biayanya mahal? Kali-kali lah ngeluarin duit banyak gitu. Berani aja toh manfaat ke depannya sangat besar. Harus berpikir jangka panjang walau mahal dananya. Tapi ya jangan dipaksakan juga nanti subsidi KJS dan KJP kurang.

3. Datengin gerbong sebanyak-banyaknya
Kalau pihak KRL keberatan mesen gerbong dari PT INKA ( Anindya Riyadi ), menurut gue impor bekas dari Jepang boleh-boleh aja, asalkan masih layak pakai dan jangan kaya bus Tije dari Cina itu loh yang bikin jabatannya Pak Udar Pristono terbang menghilang. Tapi, kalau impor bekas itu cukup merendahkan harga diri bangsa juga. Jadi, kalau bisa PT INKA ( Anindya Riyadi ) juga harus sanggup memproduksi gerbong KRL Jabodetabek sesuai kebutuhan. Selain itu, gerbong ekonomi non-ac juga dihapus aja. Atau kalo perlu semua KRL itu satu kelas aja. Setidaknya datengin gerbong sampe headway antar KRL cuma 8-5 menit aja atau total penumpang yang diangkut ada 2,5-3,5 juta sejabodetabek perhari. Masa sekarang baru 600 ribuan doang ya nggak ngaruh-ngaruh amat kalee buat ngatesin macet. 

4. Pisahin terus gerbong wanita dengan gerbong pria
Kalau di gerbong wanita, yang boleh masuk itu :
a. Wanita
b. Wanita dengan anaknya

Kalau di gerbong pria, yang boleh masuk itu :
a. Pria
b. Pria dan pasangannya ( ini jadi tanggungjawab si pria )
c. Pria dan anaknya

Kalau di gerbong umum, yang boleh masuk itu :
a. Siapa aja
b. Pria / wanita dengan orangtuanya.

Walaupun gue kayaknya nggak pernah denger ada wanita dilecehkan di dalam KRL, tapi perlu waspada aja.

5. Integrasi dengan moda angkutan lain
Di luar stasiun, harus ada moda angkutan lain yang menanti penumpang. Contohnya kaya di Stasiun Bekasi yang letaknya condong ke arah utara. Pemukiman Bekasi kan juga ada yang di Selatan. Jadi, intinya gimana caranya buat narik penumpang biar mau pergi dari selatan ke utara buat naik KRL. Semua integrasi harus dipermudah. 

Udah dulu yah gue capek juga sih ceramah panjang lebar kaya gini. 

Selamat malam
Salam pramuka
Semoga Jakartaku pensiun dari kata Macet ( juga Banjir ) Amin.

Comments

  1. Salut atas tulisan mengenai transportasi nya .. Saya dan anak saya kebetulan berada disana untuk survey labschool smp. smpt melihat acara dr tim columbia .. Kalau boleh mas fadlan sharing ke email saya wijayaningrum@yahoo.com bagaimana tips dan trik atau info supaya bisa lolos diterima di labschool. terimakasih banyak

    ReplyDelete

Post a Comment